Pasangan Jokowi-Ahok dinyatakan sebagai pemenang Pilgub DKI oleh lembaga survey yang bekerjasama dengan media elektronik atau media massa. Mereka belum menjadi pemenang Pilgub DKI menurut KPU DKI, setelah KPU melakukan penghitungan atas suara sah. Namun demikian puja-puji sudah terlontar, kehebatan baik yang rasional maupun irrasional terlontar ke publik. Dengan pensimbolan semut melawan gajah, akhirnya seperti yang terjadi dalam permainan anak-anak, semut selalu tampil mengalahkan gajah.
Kemenangan didasarkan pada hasil penghitungan cepat oleh lembaga survey mendorong para pendukungnya untuk melakukan selebrasi. Selebrasi yang dilakukan dalam aneka bentuk, namun semangat kemenangan menjadi eforia bagi para pendukung pasangan 'kotak-kotak' tersebut. Meski belum resmi, publik (pendukung pasangan Jokowi-Ahok) dapat memberikan penafsiran atas hasil penghitungan cepat tersebut. Kemenangan ini tidak boleh mendorong Jokowi-Ahok menjadi dumeh (mentang-mentang). Ini berlaku bagi publik pendukungnya. Dumeh akan menyuburkan benih kebencian bagi Jokowi-Ahok apabila kemudian sudah resmi dinyatakan sebagai pemenang Pilgub DKI oleh KPU.
Ojo dumeh (jangan mentang-mentang) menjadi pesan kepada Jokowi-Ahok karena ada dua tantangan besar yang sudah dipastikan menghadang. Pertama, suara minoritas partai pengusung mereka. Keminoritas ini dapat menjadi penghalang bagi Jokowi-Ahok untuk bisa merencanakan dan melaksanakan program-programnya baik yang terkait dengan janji-janji kampanye-nya maupun sebagai turunan dari upaya merealisasi Jakarta yang lebih baik.
Kedua, kompleksitas masalah di ibukota. Skala prioritas dan fokus menjadi kunci. Inipun ada hal yang tergantung dari DPRD DKI Jakarta. Ketergantungan inilah yang berpotensi menjadi penghambat segala rencana yang berniat untuk memperbaiki kondisi DKI Jakarta. Olah politik Gubernur-Wagub menjadi penting untuk bisa meyakinkan DPRD DKI agar mendukung program pembangunan yang diusulkan oleh Gubernur DKI. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mencari skala prioritas dan fokus yang mempunyai dampak luas atau multiplier effect. Program pembangunan yang memiliki multiplier effect menjadi penting untuk mengurangi energi politik yang harus diperhitungkan oleh eksekutif.
Berdasarkan hal tersebut maka pesan bahwa Jokowi ojo dumeh menjadi relevan untuk dikemukakan. Yaitu jangan mentang-mentang terpilih dan mengalahkan gajah maka menjadi seolah mampu melakukan apapun. Namun mengacu pada watak Jokowi, maka menjadi dumeh atau mentang-mentang bukan merupakan wataknya. Sehingga Jokowi ojo dumeh lebih menjadi preeleminary warning agar tetap bersahaja dan mengedepankan kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Akhir kata selamat menunggu ditetapkan kemenangan Pilgub DKI oleh KPU, sambil mempersiapkan diri untuk menghadapi kerumitan permasalahan ibukota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H