Lihat ke Halaman Asli

Hakim Tipikor Ditangkap di Hari Kemerdekaan dan di Bulan Puasa

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1345205058467960871

[caption id="attachment_207293" align="aligncenter" width="276" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock)"][/caption] Kabar mengagetkan ternyata tidak berhenti di hari kemerdekaan ini. Dari Solo menuju Semarang kekagetan itu terjadi (lagi), yaitu ketika hakim tipikor di tangkap di Semarang bersama orang yang diduga sebagai penyuapnya. Operasi tangkap tangan KPK memakan korban lagi yaitu hakim Tipikor yang diharapkan menjadi ujung tombak penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum lain (polisi dan jaksa). Ditengah peringatan hari kemerdekaan dan menjelang hari kemenangan yaitu idul fitri, hakim masih melakukan jual-beli hukum dengan pihak yang ingin membeli 'palu' hakim. Menjadi tidak aneh apabila di jejaring sosial, rakyat Indonesia bersuara Indonesia merdeka, tapi rakyatnya masih dijajah bangsanya. Penjajahan yang mewujud dalam rasa egoisme dengan aktualisasi korupsi menjadi pemandangan keseharian. Cerita betapa korupnya republik ini bukan lagi mitos, melainkan kenyataan yang benar-benar dirasakan oleh rakyatnya. Korupsi bukan cerita kosong, ketika penegak hukum dan pemegang kekuasaan menjual kewenangannya dengan nilai materi yang ditawar-terimakan. Belum ada ratusan hakim atau penegak hukum yang berhasil ditangkap tangan oleh KPK. Namun tertangkapnya hakim Tipikor kali ini semakin menegaskan bahwa korupsi yang berhasil diungkap adalah puncak gunung es korupsi yang ada di Indonesia. Puncak gunung es ini berarti tidak perlu menangkap tangan hakim atau penegak hukum yang sedang melakukan korupsi tetapi pertama, hukuman yang berat dan berlipat bagi penyelenggara negara yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif. Penegakan hukum belum memberikan efek jera. Ketidakjeraan mendorong pihak lain untuk meniru dan melakukantindakan yang sama. Kedua, pengawasan. Kontrol publik perlu dilakukan. Lembaga dimana oknum bekerja tidak akan mampu mengawasi anggota atau pegawainya. Selain subyektifitas, pandangan masyarakat bahwa 'jeruk minum jeruk' adalah sebuah kemustahilan. Sehingga membutuhkan pihak lain untk melakukan pengawasan terhadap penyelenggara negara. Siapa yang akan mengawasi KPK? Rakyat! Karena pemilik kemerdekan adalah rakyat, sehingga rakyat yang akan menilai apakah KPK berada tepat dijalur memberantas korupsi ataukah sudah tercemar virus korupsi. MERDEKA!!!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline