Lihat ke Halaman Asli

Etika Itu Meta Yuridis

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Ruhut Sitompul di acara Jakarta Lawyer Club yang ditayangkan di salah satu stasiun TV Nasional mengenai pemisahan antara etika dan hukum. Pernyataan beliau sekali lagi menimbulkan kontroversi, dan wacana diantara ahli dan tukang hukum. Wacana atas pemisahan etika dan hukum menjadi refleksi atas cara berhukum di Indonesia.

Refleksi bertolak dari pertanyaan apakah etika termasuk bagian dalam hukum ataukah terpisah dari hukum? Yang pertama perlu diklarifikasi adalah pengertian hukum, apakah yang dimaksud hukum itu hanya peraturan perundang-undangan atau hukum dalam arti luas yang meliputi hukum tidak tertulis termasuk misalnya hukum adat. Pengertian hukum yang dipilih atau menjadi menjadi rujukan dalam mendasari argumentasi jawaban yang diberikan.

Hukum dalam pengertian peraturan perundang-undangan, maka tidak memberikan ruang secara eksplisit terhadap etika. Ruang eksplisit yang dimaksud adalah bunyi teks atau pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Apakah dengan demikian etika tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan? Etika adalah norma. Etika dapat menjadi asas yang mendasari pengaturan dalam bahasa teks peraturan. Artinya etika sudah membaur atau dibaurkan dalam bunyi teks peraturan. Pembauran menempatkan etika menjadi 'nyawa' dari pasal per pasal yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Dari perspektif demikian etika adalah meta yuridis. Etika bukan peraturan perundang-undangan, tetapi menjadi dasar dari bahasa teks peraturan perundang-undang. Peraturan perundang-undangan menjadi aktualisasi yuridis dari etika yang menjadi pedoman berperilaku. Aktualisasi yuridis atau positivisasi etika menjadi kaidah berperilaku yang berwatak yuridis. Tanpa positivisasi etika yang semula hanya norma perilaku, etika tidak akan dapat ditegakkan dengan menggunakan sanksi hukum.

Etika yang bertransformasi menjadi kaidah hukum baru merupakan hukum dalam peraturan perundang-undangan. Transformasi melalui positivisasi meletakkan etika menjadi hukum. Tetapi tidak berarti etika an sich merupakan hukum. Etika menjadi hukum (baca: peraturan perundang-undangan) ketika ditempatkan dalam bunyi pasal atau menginspirasi pembentukan pasal tersebut. Kemudian pertanyaan yang diajukan adalah apakah etika sama dengan hukum?

Etika tidak selalu sama dengan hukum. Etika bisa tetap sebagai etika ketika etika tidak mengalami positivisasi untuk menjadi teks peraturan perundang-undangan. Etika mengalami transformasi menjadi peraturan perundang-undangan, apabila pembentuk undang-undang (DPR dan hakim) menempatkan etika menjadi bunyi teks atau dimuat dalam putusan hakim. Dalam hal ini positivisasi etika dapat dilakukan menjadi dua, yaitu melalui proses legislasi di legislative dan eksekutif dan melalui pembentukan hukum oleh hakim.

Pembentukan hukum oleh hakim dilakukan melalui penemuan hukum dengan mempertimbangkan faktor non yuridis dalam menerapkan hukum. Faktor non yuridis ini tersebar pada norma berperilaku di masyarakat yang teraktualisasi dalam kode etik, best practice, adat istiadat atau konvensi. Kemudian oleh hakim, faktor non yuridis mengalami positivisasi yang menjadi bagian dari pertimbangan hukum hakim (legal reasoning) dalam mengadili kasus tertentu. Pertimbangan hukum inilah yang mengantarkan hakim dalam membuat suatu putusan dan menjadikan faktor non yuridis menjadi hukum.

Dengan demikian bahwa pernyataan etika adalah hukum, perlu meninjau kembali sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang dipengaruhi oleh pemahaman atas pengertian hukum yang terdiri dari hukum tertulis dan tidak tertulis. Apabila memaknai hukum hanya sebagai hukum yang tertulis yaitu peraturan perundang-undangan maka etika bukanlah hukum. Etika dapat menjadi hukum harus dilakukan dengan mempositivisasi etika tersebut dalam peraturan perundang-undangan.

Namun dengan menggunakan pengertian hukum yang luas, dengan menempatkan hukum tidak hanya peraturan perundang-undangan maka etika dapat dikategorikan menjadi hukum. Etika adalah hukum yang tidak tertulis. 'Tidak tertulis' disini tidak dimaksudkan bahwa ruang lingkup etika tidak harus tidak tertulis, karena etika seperti kode etik (code of conduct) adalah tertulis. 'Tidak tertulis' maksudnya adalah bukan bagian dari peraturan perundang-undangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline