Lihat ke Halaman Asli

Kecenderungan Kurangnya Minat Mahasiswa dalam Membaca dan Menulis

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tema yang diberikan seolah sudah menghakimi bahwa mahasiswa (UKSW) cenderung tidak memiliki minat dalam membaca dan menulis. Pertanyaan yang mengemuka adalah atas dasar apakah penilaian (baca: penghakiman) tersebut terhadap mahasiswa (UKSW)? Apakah penilaian tersebut menjadi fenomena umum pada diri mahasiswa (UKSW) ataukah itu hanya menjangkiti sebagian kecil mahasiswa dari jumlah mahasiswa (UKSW)?

Perabaan atas penilaian dilakukan karena tidak ada indikator mengenai kecenderungan kurangnya minat membaca dan menulis. Pertama, rendahnya jumlah pers mahasiswa. Kedua, rendahnya hasil karya tulis mahasiswa yang terekspose. Ketiga, rendahnya jumlah kelompok diskusi mahasiswa. Keempat, rendahnya jumlah kunjungan mahasiswa ke perpustakaan.

Keempat indikator tersebut dapat dimaknai dari aktualisasi dari bentuk implicit dari rendahnya kesadaran olah intelektual mahasiswa. Olah intelektual sebagai proses pengilmiahan obyek ketertarikan (individu atau kelompok) sangat tergantung dari jumlah bacaan. Kedalaman olah intelektual dan terbukanya cakrawala berpikir akan dipengaruhi interaksi kognitif ketika membaca berbagai literature atau bahan bacaan.

Menulis adalah bagian dari output aktualisasi kegiatan membaca dan menulis. Orang berpikir tanpa membaca maka hasil pemikirannya akan 'membabi buta', tidak mempunyai dasar fakta dengan tingkat argumentasi yang mentah, klaim atas kebenaran (pendapat) dilakukan secara subyektif dan individu ibarat 'katak dalam tempurung'. Orang membaca tanpa kesadaran dan kemauan untuk bersikap kritis atas teks atau naskah yang sedang dibaca akan melahirkan individu mudah dipengaruhi atau terindoktrinasi. Bersikap mempercayai substansi yang dibaca, tanpa keinginan untuk mencari literature untuk membandingkan pemikiran penulis yang dibaca akan terjebak pada penganggungan kebenaran yang tunggal. Artinya bahwa dalam membacapun dibutuhkan daya pikir (kritis) untuk mencerna atau memahami teks yang sedang dibaca.

Hasil bacaan selain menambah pengetahuan, akan menginsipirasi pembaca untuk berpikir tentang substansi yang dibaca. Berpikir terhadap teks dan konteks(tual) dari bahan bacaan terhadap fenomena kekinian menjadi bagian berpikir problematic, sistematis dan solutif. Kegiatan berpikir menjadi bagian olah intelegensi dengan sikap kritis atas informasi dan penerapan informasi pada kenyataan. Dan menulis adalah aktualisasi dari kegiatan berpikir selain dengan berbicara (membangun argument).  Sebagai hasil aktuliasi buah pikir, maka menulis menjadi bagian dari cerminan pikiran kita. Menulis ibarat bercermin, sehingga  yang tidak pernah menulis, berarti tidak pernah memandang cermin. Kegitan menulis akan mendorong untuk membaca (kembali) memperkaya ide dan mendalami gagasan yang sedang ditulis.

Mengapa?

Pertanyaan tersebut menjadi keniscayaan untuk diajukan mengapa minat baca dan menulis mahasiswa (UKSW) rendah? Adakah yang salah dalam proses belajar mengajar? Ataukah memang terjadi  adalah penurunan kualitas mahasiswa dalam berolah pengetahuan? Ada dua faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat baca dan tulis mahasiswa. Pertama, adalah faktor intrinsic dan kedua, faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsic berkaitan dengan motivasi dari mahasiswa dan proses belajar mengajar yang membentuk 'watak' enggan untuk membaca dan menulis.  Faktor ekstrinsik adalah kurangnya 'ruang' aktualisasi di lingkungan akademis. Kedua faktor tersebut saling berkelindan membentuk watak enggan untuk membaca dan menulis. Penggunaan istilah 'enggan' menggantikan kata 'rendah' bisa merepresentasi situasi sebenarnya yang terjadi di kalangan mahasiswa.

Keengganan mahasiswa untuk membaca dan menulis bukan tanpa sebab atau latar belakang. Faktor intrinsic yang dikemukakan menjadi bagian pembentuk sikap enggan. Mahasiswa tidak termotivasi untuk membaca dan menulis karena memang tidak ada keinginan untuk menambah pengetahuan, membuka wawasan. Ketiadaan keinginan kemungkinan terjadi karena beberapa hal yaitu [1] berkaitan dengan motivasi kuliah; [2] tidak menganggap penting mempunyai pengetahuan atau melengkapi pengetahuan diluar buku teks, handout atau informasi yang disampaikan di dalam kelas; [3] tiada daya kritis untuk menchalenge informasi yang diterima diruang kelas.

Faktor ekstrisik dari rasa enggan menulis dan membaca yang dikemukakan diatas terkait dengan proses belajar-mengajar (PBM) di Perguruan Tinggi yang berorientasi angka daripada substansi pengetahuan/wawasan. PBM dalam konteks membagi dan menimba pengetahuan membutuhkan ketersalingan antara para pihak yang terlibat. Paradigma bahwa dosen pemilik tunggal pengetahuan perlu dibongkar, tetapi pembongkaran tersebut membutuhkan peran mahasiswa yang berpengetahuan dan berwawasan. Mahasiswa perlu membangun daya kritis dan kemampuan mengkomunikasikan buah pikir. Daya kritis dan kemampuan tersebut hanya bisa diperoleh dengan membaca dan menulis.

Kebutuhan akan ruang aktualisasi di lingkungan akademis perlu mendapatkan tempat dalam melihat keengganan mahasiswa membaca dan menulis. Dalam lingkungan akademis, keaktifan olah intelektual nampak pada keberadaan kelompok diskusi dan media publikasi pemikiran mahasiswa. Apakah keberadaan kelompok diskusi sebanding dengan kelompok bakat minat? Apakah media publikasi pemikiran mahasiswa berdampingan sudah menjadi bagian dari proses belajar mengajar?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline