Lihat ke Halaman Asli

Aditya Anggara

Belajar lewat menulis...

Nonton Gratis Cabor Baru Asian Games 2018

Diperbarui: 29 Agustus 2018   17:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lindswell Kwok (sumber : old.solopos.com)

Fajar masih tertidur lelap di ketiak malam ketika aku tiba di tempat penjualan tiket AG (Asian Games) 2018 di GBK Senayan. Aku kemudian melirik arloji "Gucci KW" di tangan kiriku. Jam emprat lewat emprat lima. Lho! Aku kemudian memperbaiki kosakata-ku menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang baik dan "betol" Jam empat lewat empat lima. Nah ini baru pas dibaca oleh mata dan cocok didengar oleh telinga...

Aku yakin kalau penjual tiket AG ini pasti masih molor di peraduannya pada jam sebegini. Tapi tak mengapa. Aku memang sengaja datang lebih awal karena takut kehabisan tiket. Soalnya aku mau nonton Wushu. Apalagi ada Lidswell Kwok yang akan bertanding. Menyebut namanya saja sudah membuatku merinding, apalagi kalau bisa menatap wajahnya dari jarak dekat. Duh Gusti....

Sudah menjadi rahasia umum kalau sejak zaman kumpeni dulu berkuasa sampai kini, calo-calo telah menguasai negara ini. Mulai dari calo proyek, calo PNS, calo beras, calo Haji, hingga calo tiket pertandingan olah raga. Nah untuk mengantisipasinya, aku sebaiknya datang pagi-pagi sekali.

Beberapa jam berlalu, sinar matahari yang hangat mulai menerpa kulitku, menimbulkan sensasi kantuk yang luar biasa. Maklumlah, kemarin siang itu aku berangkat dari Yogyakarta dengan menumpang truk tetanggaku, mas Budi yang hendak berangkat ke Lampung.

Perjanjiannya aku boleh menumpang gratis sampai ke Jakarta, tapi aku harus menemani mas Budi ngobrol sepanjang malam agar sang sopir tersebut tidak terserang kantuk. Tetapi aku tiga kali nyaris diturunkan mas Budi pada malam yang pekat itu karena kedapatan tertidur.

Membayangkan sendirian berjalan kaki ke Jakarta di malam pekat membuatku merinding. Kalau tiba-tiba ketemu Kuntilanak, dan kemudian aku diperkosa, bagaimana hayo... Rasa kantukku seketika menguap! Kini aku mulai paham kenapa dulu itu mbah Amien Rais tidak mau melaksanakan nazarnya berjalan kaki sendirian ke Jakarta...

***

Sinar surya yang mulai meninggi kemudian menerikkan mukaku yang memang tidak pernah diolesi tabir surya itu. Aku kemudian menoleh arloji. Idih, masih Jam emprat lewat emprat lima! Dengan perlahan aku kemudian meloloskan "jenazah arloji KW itu" ke dalam saku celana.

"Jam berapa ya mbak" tanyaku ramah kepada seorang gadis yang lagi beres-beres. Sepertinya dia itu penjual tiket.

"Jam 7.15 mas. Mas mau beli tiket ya? ntar counter-nya buka jam 9 ya mas"

"Waduh kalau sekarang aja, bisa nggak ya mbak" kataku penuh harap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline