Lihat ke Halaman Asli

Yafet Ronaldies

Human Mood-an

Fenomena Anak-anak Berjualan Sampai Larut Malam

Diperbarui: 13 Maret 2023   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fenomena ini bukan hal biasa yang baru-baru terjadi, akan tetapi dari tahun ke tahun selalu ada saja persoalan anak di bawah umur 18 tahun yang masih saja menjadi pekerja. Terkadang ada yang berjualan hingga larut/tengah malam. Titik lokasi mereka biasa berjualan mulai dari lampu merah hingga sampai masuk ke caf-caf, rumah makan dan tempat-tempat yang rame.

Yang dimana seharusnya anak-anak tersebut fase-fase masa bermain, belajar dengan teman sebayanya, kini harus dengan terpaksa pergi berjualan dengan berjalan kaki. Dari beberapa mereka, ada yang masih bersekolah ada pula yang sudah putus sekolah, sungguh amat miris melihat fenonema ini belum teratasi dengan tuntas. Persoalan inilah yang membuat diskriminasi secara halus terhadap anak-anak yang harus dipaksa oleh oknum untuk berjualan sampai larut malam.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal ada asas dan tujuan dari undang-undang antara lain non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Kalau dari kasus persoalan anak di bawah umur yang masih marak pergi berjualan hingga larut sampai tengah malam, maka dapat dipastikan asas dan tujuan dari undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak tidak diterapkan secara baik.

Kalau ditarik dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dijelaskan ada hak anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Kalau berdasarkan dari sudut pandang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 diuraikan bahwasannya segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Lebih lanjut di Pasal 6 dan 9 Undang-undang Nomor 35 dituangkan hak-hak anak antara lain, anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi. berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.

Artinya dalam hal ini anak harus merasakan keseluruhan hak-hak mereka, karena anak-anak inilah yang akan menjadi generasi mutiara penerus bangsa ini.

Kalau disimak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 68 sudah jelas dituliskan "Pengusaha dilarang mempekerjakan anak."

Akan tetapi ada lanjutan dari pasal 69, seperti ketentuan dan syarat anak boleh dipekerjakan. Bunyi dari Pasal 69 ayat 1, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Pertanyaan besar timbul, bagaimana menilai/melihat anak tersebut merasa tidak terganggu kesehatan fisik dan mentalnya? Bagaimana jika anak disuruh kerja secara terpaksa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline