Kabar tewasnya Ki Tapa akhirnya sampai juga di telinga Ki Jabrik. Beberapa anak buah ki tapa yang melarikan diri dari Jaka Someh, ternyata kembali ke padepokan Ki Jabrik yang berada di lereng Gunung Kareumbi. Salah satu orang itu bernama Jarpati.
Sesampainya di padepokan, Jarpati langsung berlutut dihadapan Ki Jabrik yang sedang duduk di kursi kehormatannya. Beberapa pembesar gerombolan Ki Jabrik juga ikut kumpul bersamanya.
"Ampun aki, saya Jarpati, mau melaporkan bahwa Ki Tapa sekarang sudah meninggal, dia dibunuh oleh seorang pendekar muda".
Ki Jabrik yang waktu itu sedang ditemani oleh Ki Anyar Malih dan Dewi Naga, terkejut mendengar laporan Jarpati,
"Hah, siapa pendekar yang bisa mengalahkan Ki Tapa? Apakah pendekar dari kelompok Ki Buyut Putih?".
Jarpati menggelengkan kepalanya,
"Saya tidak tahu aki, tapi sepertinya dia bukan dari perkumpulan padepokan Ki Buyut Putih, pendekar itu datang bersama dua anak yang masih remaja dengan mengendarai gerobak sapi...hmmm...tapi saya yakin bahwa dua anak kecil yang dia bawa itu adalah anak-anak dari Raden Purbasora yang di bunuh oleh Ki Tapa dan Dewi Naga".
Jarpati kemudian melirik ke arah Ki Anyar Malih dan dewi Naga. Ki Anyar Malih tertawa mendengar laporan jarpati,
"Ha...ha...ternyata ada juga pendekar yang mampu membunuh ki Tapa selain saya dan ki Jabrik...Sungguh kurang ajar, berani sekali orang itu membunuh Ki Tapa, tidak tahu dengan siapa dia akan berhadapan?".
Suara tawa Ki Anyar Malih yang sumbang entah mengapa bisa menciutkan hati Jarpati. Meskipun baru mendengarkan suaranya saja, namun auranya mampu membuat Jarpati menjadi menciut.
Ki Anyar Malih memang seorang pendekar yang tidak suka banyak berbicara, namun sekali dia berbicara, maka tidak ada orang yang akan berani untuk menyela apalagi membantahnya.