Lihat ke Halaman Asli

Yadi Pebri

#MerawatSilaturahim

New Normal, Antara Harapan dan Realitas

Diperbarui: 1 Juni 2020   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kompasiana.com/yadipebri

"New normal " menjadi kata-kata yang ikut viral belakangan ini, setelah presiden menyatakan kita harus berdamai dengan corona artinya hidup berdampingan dengan virus tersebut. Terbaru presiden mengeluarkan kebijakan tentang penerapan prosedur standar tatanan baru ( New Normal). 

Presiden secara aktif melaporkan via akun sosial media miliknya, terkait kesiapan pemberlakuan standar baru, yang disebut dengan New normal itu. Presiden mendatangi dan meninjau kesiapsiagaan tempat-tempat publik yang diperkirakan akan segera dibuka kembali dan beroperasi. 

Dilain sisi wabah covid-19 ini belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, bahkan setiap hari terus bertambah. Berdasarkan akses kami di situs COVID.GO.ID pada 28 Mei 2020, angka konfirmasi virus sudah mencapai 24.538 orang, dengan angka kematian mencapai 1.496 orang. 

Pada 29 Mei 2020 hanya dalam 1 hari penambahan kasus sangat signifikan yakni angka konfirmasi kasus sudah menjadi 25.216 orang artinya terjadi penambahan jumlah 678 kasus baru, dengan angka kematian 1.520 orang. Begitupun Laporan BNPB belum menunnjukkan setidaknya penurunan akan kasus akibat Covid-19 ini. 

Dengan demikian agaknya terlalu berani untuk kembali membuka akses-akses publik di tengah pandemi yang sedang mewabah ganas. Benarkah pemerintah telah mengkaji dengan seksama baik dari segi medis ilmu ependemik maupun secara keamanan dan keselamatan setiap nyawa anak bangsa. 

Wajar saja ada anggapan pemerintah lebih mementingkan stabilitas ekonomi dibandingkan nyawa dan keselamatan jiwa.
Bagaimana dengan aturan PSBB, Social Distuncing, Phsycal Distuncing?
Setelah begitu lantang dan gencarnya seruan Social distuncing, Phsycal distuncing dan dikeluarkan mekanisme kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) pemerintah saat ini seakan memberikan sinyal kepasrahan.

Padahal banyak hal telah menjadi korban demi menaati jamuran dan kebijakan tersebut, bahkan karena diberlakunya PSBB itu mereka yang bekerja terpaksa diberhentikan atau di rumahkan, sekolah, kampus diliburkan. Mereka yang berada ditempat-tempat yang jauh dari asalnya atau orangtua dan keluarganya, baik karena pendidikan maupun bekerja terpaksa tidak kembali terlebih dahulu. 

Ditengah meluasnya wabah covid-19, pemerintah terlihat ingin melonggarkan aturan-aturan yang dibuat itu, dengan mewacanakan kita berdamai dengan corona dan new normal.

Selama kurang lebih tiga bulan kita berjuang bahu membahu, agar memaksimalkan membatasi pergerakan manusia di tempat-tempat keramaian. Mulai dari pasar, mall, stasiun, bandara, termasuk hal yang paling vital yakni soal umat beragama, yang terpaksa juga harus meninggalkan seluruh kegiatan-kegiatan keagamaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline