Polri merupakan salah satu penegak hukum yang paling mendapat sorotan dari masyarakat, Karena polisi merupakan garda terdepan dalam penegakkan hukum pidana, sehingga tidaklah berlebihan jika Polisi dikatakan sebagai hukum pidana yang hidup (Sajipto Raharjo : 2002).
Perilaku penyimpangan polri merupakan tindakan dari anggota polisi pada saat melakukan tugasnya dimana proses pengerjaannya tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian yaitu polisi sebagai penegak hukum yang professional, bermoral, memiliki kredibilitas dan beretika.
Perilaku beretika kepolisian dimuat dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, pasal 34 ayat (1), yang membahas tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: " Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republuik Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia". Ini berarti, dalam menjalankan tugasnya polisi harus tunduk terhadap hukum dan etika kepolisian.
Menurut Kunarto ( 1997) Etika Kepolisian adalah norma tentang perilaku Polisi untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegakkan hukum, ketertiban umum dan keamanan masyarakat. Namun pada kenyataannya, walaupun prilaku beretika polisi sudah di muat dalam UU, masih saja ada angota kepolisian yang suka melanggar ( melakukan penyimpangan ) pada saat menjalankan tugasnya di lapangan.
Menurut Muradi (2014) jenis-jenis penyimpangan yang dilakukan polisi dalam posisinya sebagai penegak hukum dan lembaga keamanan dan ketertiban dapat di golongkan menjadi 8 jenis , yaitu: pemberian ilegal, pemerasan (extortion), broker (brokering), manipulasi, kolusi, korupsi, penyalah gunaan pembuktian, dan penggelapan.
Perilaku Polri yang sering mendapat kritikan adalah berkaitan dengan penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan tugas, dimana perilaku tersebut telah membudaya terutama dalam penyidikan untuk mendapat pengakuan terdakwa (Indriyanto Seno Adji :2001).
Perilaku atau tindak kekerasan merupakan budaya militer yang sudah tertanam dalam tubuh Polri sejak Polri masih bergabung dengan ABRI. Walaupun Polri sudah lepas dari ABRI selama 20 tahun, namun budaya lama masih sulit di hilangkan. Memang harus di akui, bahwa merubah budaya yang sudah tertanam selama 30 tahun merupakan hal yang sulit, tetapi tetap tidak mustahil untuk di wujudkan, semua tetap berawal dari diri masing-masing anggota polisi.
Perubahan Polri dari Budaya militer menjadi Polisi sipil harus mulai di tanamkan oleh institute kepolisian sejak awal pendidikan kepolisian, dengan adanya pengarahan dan seminar yang di lakukan di setiap level pendidikan kepolisian, akan dapat membantu meningkatkan kualitas SDM, sehingga prilaku yang sesuai dengan etika kepolisian pun dapat terwujud.
Prilaku kekerasan di tubuh Polri tidak hanya terjadi antara polisi dengan masyarakat, tetapi juga terjadi antara polisi dengan polisi, ini dapat di lihat dari kasus meninggalnya seorang polisi di Akpol, akibat tindak kekerasan yang di lakukan antara senior ke junior.
Perilaku kekerasan yang di lakukan oleh anggota kepolisiian ini menimbulkan keresahan yang cukup besar di dalam masyarakat, dimana polisi suka memukul tersangka ketika inggin mendapatkan pengakuan atau dalam penanganan kasus unjuk rasa yang di lakukan oleh mahasiswa yang baru-baru ini terjadi, dimana kasus penanganan unjuk rasa tersebut memakan 4 korban jiwa.
Selain contoh di atas, masih ada banyak lagi kasus prilaku penyimpangan yang di lakukan oleh anggota polisi. Banyaknya penyimpangan yang terjadi, membuat citra polisi pun menurun di mata masyarakat, dimana tugas polisi yang berfungsi sebagai pelindung, polisi dilihat dimata masyarakat sebagai penindas. Contoh lain prilaku penyimpangan yang di lakukan oleh anggota polisi yang mencolok di mata masyarakat adalah prilaku korupsi.