Tulisan dibawah ini sengaja saya kutip utuh untuk menunjukkan kepada kita semua betapa cerdiknya malaysia. Dulu, banyak sekali guru-guru Indonesia yang dipinjam oleh malaysia, sekarang kebalikannya, malaysia telah menjadi salah satu negara tujuan pendidikan bagi masyarakat Indonesia, bahkan banyak guru dan dosen dari Indonesia berharap dapat diterima menjadi tenaga pengajar di malaysia, karena upahnya lebih besar dibanding di negeri sendiri.
Kini, sapi Bali, mau "diakalin" oleh malaysia agar menjadi sapi unggulan di sana, diperkirakan kemungkinannya dimasa yang akan datang, justru kita yang akan impor sapi Bali dari malaysia. Ironis sekali bila hal itu terjadi. Konyolnya, ekspor sapi Bali dianggap sesuatu yang membanggakan oleh seorang kepala daerah. Lagi-lagi dampak otonomi daerah pasca reformasi membuat negara kita tidak punya satu tujuan dan satu impian, masing-masing ingin bangga sendiri-sendiri.
inilah kutipan lengkap dari tulisan pak Ronny Rachman Noor di link ini
KONTROVERSI EKSPOR SAPI BALI KE MALAYSIA
Ronny Rachman Noor
Guru Besar Pemuliaan dan Genetika, Fapet IPB
Beberapa waktu lalu seperti yang diberitakan di berbagai mass media, Menteri Pertanian menyatakan bahwa Indonesia menghentikan ekspor sapi Bali ke Malaysia. Langkah ini dinilai sangat tepat dan perlu diacungi dua jempol.
Masih melekat dalam ingatan kita ketika seorang Kepala Daerah dengan bangganya berdiri di atas kapal sebagai tanda dimulainya ekspor sapi Bali terbaiknya ke Malaysia. Alasan utama yang menjadi dasar argumentasi ekspor ini adalah harga jual yang lebih tinggi, sehingga diharapkan akan mensejahterakan peternak. Hal yang sama dilakukan oleh suatu Balai Inseminasi Buatan (IB) Nasional mengekspor semen pejantan sapi Bali terbaik kita ke Malaysia dengan alasan yang hampir sama pula.
Benarkah langkah ini akan dapat mensejahterakan masyarakat ? Secara perhitungan ekonomi sederhana memang akan menguntungkan, akan tetapi kebijakan ini dalam jangka panjang akan mengganggu tata nilai perenomomian peternak dan akan berdampak besar bagi daya saing perekonomian nasional. Mengapa demikian ? sudah dapat dipastikan apabila langkah ekspor irasional ini terus dilakukan secara besar besaran, maka dalam jangka 10 tahun ke depan kita akan mengimpor sapi Bali dari Malaysia.
Dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit yang sangat memadai, kondisi lingkungan yang hampir sama dengan Indonesia, serta manajemen pemeliharaan yang lebih baik, serta keseriusan dukungan pemerintah, sudah dapat dipastikan bahwa sapi Bali yang kita ekspor akan dapat berkembang biak dengan pesat dan memiliki bobot potong yang lebih tinggi di Malaysia. Ironisnya lagi yang memelihara sapi Bali di Malaysia di perkebunan sawit adalah Tenaga Kerja Indonesia.
Mengapa Malaysia mengimpor sapi Bali ?
Langkah Malaysia untuk mengimpor sapi Bali bukanlah untuk mencukupi kebutuhan daging nasional mereka. Dari perhitungan kebutuhan akan daging , Malaysia tidak perlu mengimpor sapi Bali dari Indonesia. Kebutuhan daging Nasional Malaysia sudah dapat dipenuhi dari sapi lokalnya seperti sapi Kedah Kelantan, Selembu, sapi silangan Brakmas dan sapi impor lainnya, seperti Brahman dll.
Jadi tujuan utama Malaysia mengimpor sapi Bali adalah untuk memanfaatkan dan mengembangbiaknya sebagai ternak bibit dan dalam jangka panjang akan mengekspornya kembali ke Indonesia dan Negara Negara ASEAN lainnya. Di mata pengekspor sapi, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial. Setiap tahunnya Indonesia mengimpor setara dengan ratusan tibu ton daging yang kalau dirupiahkan angka ini sangat menggiurkan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan daging nasional lebih tinggi dari suplay daging nasional. Secara nasional sapi lokal memegang peran sentral dalam menyediakan daging, sebab sekitar 85% dari kebutuhan daging nasional dipenuhi dari daging sapi lokal, dimana sapi Bali sebagai penyumbang utamanya.
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kekurangan daging ini di pasok dari Australia dan New Zealand. Dengan pertimbangan jarak angkut dan sistem pemeliharaan semi ekstensifnya, ke depan Malaysia diprediksi akan menjadi salah satu Negara utama pesuplai daging Indonesia.
Lembaga penelitian Malaysia, MARDI telah lama meneliti sapi Bali dengan system pemeliharaan terintegrasi dengan kebun sawit. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa sapi Bali sangat potensil untuk dikembangkan di perkebunan kepala sawit. Dengan potensi pengembangan sapi Bali yang sangat besar ini, Malaysia sangat berkepentingan mengekspor sapi Bali dari Indonesia
Sapi Bali sebagai Aset Nasional
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kurun 35 tahun terakhir telah dibuktikan bahwa sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia dan didomestikasi langsung dari Banteng (Bos sondaicus) yang juga merupakan sapi asli Indonesia. Ditinjau dari segi genetik, Sapi Bali ini kekerabatannya terpisah dengan sapi lokal Indonesia lainnya seperti Sapi Madura, Sapi Pesisir, Sapi Ongole dan sapi Aceh. Dari sejarah domestikasi, sapi Bali merupakan hasil jalur domestikasi tersediri, sehingga pengelompokan spesiesnya dibedakan dengan bangsa sapi Eropa (Bos taurus) dan Sapi di kasawan Hindustan (Bos indicus). Jadi sapi Bali ini jelas merupakan aset nasional yang tidak dimiliki oleh Negara manapun di dunia dan sekaligus merupakan satu satunya sapi di dunia yang nenek moyangnya (banteng) masih hidup.
Disamping itu, sapi Bali memiliki sederet kelebihan yang umumnya tidak dimiliki oleh sapi lain, seperti : tahan terhadap penyakit, tahan terhadap lingkungan ekstrim, mampu mencerna dan memanfaatkan pakan dengan kadar serat kasar tinggi, sebagai salau satu sapi yang memiliki persentase karkas tertinggi di dunia, serta memiliki daging dengan kandungan kolesterol yang lebih rendah. Dengan segala kelebihannya ini tentunya sapi Bali merupakan primadona yang sangat dilirik oleh Negara Negara lain baik untuk dikembangbiakan sebagai bibit murni ataupun disilangkan dengan sapi lain untuk menghasilkan sapi silangan yang produktivitasnya lebih baik.
Perlu kehatian-hatian
Sapi Bali telah diakui secara internasional sebagai sapi Asli Indonesia. Plasma nutfah yang super ini perlu dilindungi dengan kebijakan nasional agar dapat dimanfaatkan secara optimal sekaligus dilestarikan dan tidak dengan gampang diekspor ke Negara lain hanya untuk tujuan politis semata. Sangatlah tidak masuk akal jika aset nasional yang sangat berharga ini secara tidak terkendali diekspor kenegara lain yang dalam jangka panjang akan menjadi pemasok sapi Bali ke Indonesia.
Dalam dunia peternakan, belum pernah dalam sejarah , Negara Negara yang memiliki plasma nutfah asli ataupun yang memiliki bibit bibit sapi unggul yang berperan vital dalam perekonomian nasionalnnya mengekspor sapi bibit terbaiknya ke negara lain. Biasanya sapi yang diekspor ke negara lain tersebut adalah sapi yang mutunya kurang baik untuk digunakan sebagai sapi bibit. Bahkan dalam kondisi ekstrim, sapi jantan yang mereka ekspor dikebiri terlebih dulu agar tidak dapat berkembang biak di Negara lain.
Berita lain yang juga sangat menyedihkan adalah diekspornya Banteng ke Jepang dengan tujuan memperbaiki kualitas genetik sapi lokal Jepang agar lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang estrim.
Marilah kita berpikir lebih rasional dalam menjaga aset nasional yang sangat berharga ini, kebanggaan bahwa kita telah mengekspor sapi Bali dan Banteng serta semen beku sapi Bali merupakan kebanggaan semu dan dalam jangka panjang akan merugikan kepentingan nasional, sebab dengan kondisi permintaan dan suplai daging nasional, saat ini Indonesia masih jauh sebagai Negara pengekspor sapi. Perlu diingat bahwa menjaga dan melindungi sapi Bali juga merupakan salah satu wujud cerminan nasionalisme kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H