Lihat ke Halaman Asli

Untitled Felling #Part 6

Diperbarui: 22 April 2016   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="shutterstock.com"][/caption]

Sebelumnya, Untitled Felling #Part 5

Marisa berdiri di jendela, memandangi keremangan di luar. Merenungi percakapannya dengan pamannya siang tadi, itu kali kedua ia berbicara dengan sang paman yang bahkan ia belum pernah tahu seperti apa rupanya. Dan rasanya, memanggilnya paman masih terasa kaku di lidahnya. Tentu saja, sejak ia lahir ia hanya memiliki ayah dan ibunya, lalu datang adiknya. Ayahnya pernah bercerita bahwa keluarga ibunya masih ada, hanya mereka tak mau mengakui ibunya sebagai keluarga lagi karena ibunya tetap memilih ayahnya sebagai suaminya. Ayahnya yang berasal dari keluarga miskin, tak punya apa-apa, tak punya saudara. Hanya memiliki bakatnya sebagai pelukis saja. 

Dan kenyataannya, ketika ia kehilangan kedua orangtuanya serta adiknya, tak ada yang datang menolong. Hingga ia harus terlempar ke jalanan, mengais hidup dari mengamen bersama beberapa teman sesama gelandangan. Hingga ia bisa membeli pilok dan mulai melukis tembok di pinggir jalan atau gudang kosong. Kemampuannya itu terkadang ia gunakan untuk jasa melukis para wisatawan yang datang ke tempat-tempat wisata ibukota hanya demi sesuap nasi, bermodal pensil dan buku gambar, bahkan crayon murahan.

Hingga hasil karyanya itu di temukan oleh Irwin, yang pada akhirnya membuat namanya melambung. Meski pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke London dan meninggalkan pria itu, meski ia tahu betapa besar cinta yang di tawarkan Irwin terhadapnya.

Lalu sekarang, tiba-tiba saja ada yang menelponnya dari Indonesia dan mengaku sebagai keluarganya. Lebih tepatnya, keluarga ibunya. Seseorang yang mengaku sebagai pamannya, yang berbicara lembut tapi tegas terhadapnya, orang yang selalu menyebut-nyebut nama Eyang. Yang mengatasnamakan Eyang untuk memintanya datang ke Indonesia demi sesuatu yang penting yang menyangkut ibunya. Ya, hanya demi ibunya ia bersedia datang. Bukan karena mereka mengaku sebagai keluarganya, karena ia merasa sudah tak memiliki keluarga lagi sejak ayah, ibu dan adiknya meninggal dalam kecelakaan tragis itu.

"I-iya pa-paman, Marisa jadi ke Indonesia!"

"Kalau begitu nanti paman yang akan menjemputmu di bandara!"

"Tidak perlu paman, aku bisa naik taksi saja."

"Tidak Marisa, paman yang akan menjemputmu. Jadi kau tidak repot mencari-cari alamat kami. Penerbangan London-Indonesia itu cukup memakan waktu, jadi kau bisa cepat istirahat sesampainya di rumah!"

"Maksud paman?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline