Lihat ke Halaman Asli

Sepenggal Puisi untuk Sang Aktifis

Diperbarui: 3 Oktober 2015   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merah darah masih membasah di antara rerumput kering, di atas meretaknya tanah-tanah gersang, masih menganyir sesiapa yang berkelebat, derai tangis ciptakan gema-gema perih, sisakan pedih,

Darah memang merah, tapi ambisi lebih membara, menelan jwa-jiwa dalam angkara, tak peduli duka lara,

Siapa mereka, yang lebih mengagungkan sebulir pasir daripada sehelai nafas? Secawan ruh tak lagi berarti, ketika napsu meminta diri tuk berbakti,

Siapa dia, yang meneriak jerit tuk sesama, coba raungkan suara-suara yang tertindih tangan-tangan bengis, jengkal tanah mengikis, pun turut lontarkan tangis, ketika jiwanya di paksa lepas dengan sadis,

Sungguh tragis, apalah arti sebuah nyawa, jika keserakahan lebih kuasa, ternyata jiwa....benar tak lebih berharga dari sekedar tahta,

Astaugfirullah....., Kiamat kian merapat rupanya,

 

Jakarta, 3 oktober 2015

Y_Airy

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline