Sebelumnya, The Wedding #Part 7
Jantung Liana makin berdebar tidak karuan, apalagi mata Nicky sama sekali tak berkedip meninggalkannya. Rasanya ia ingin kabur, tetapi kakinya malah serasa tertanam di dalam bumi. Tapi, untuk apa kabur? Nicky suaminya.
Liana menghela nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan, itu sedikit meredakan kegugupannya. Ia menelan ludah, "hai, kau-sudah-pul-lang?" tanyanya terbata, setelah itu ia menggigit bibirnya sendiri. Nicky tidak menyahut, ia mempercepat langkahnya. Terbersit sesuatu di otaknya, sebenarnya istrinya itu memang polos atau bodoh? Apa dia tidak tahu kalau sikapnya itu sangat memancingnya? Ia merasa kesal sendiri di dalam hati karena ternyata wanita itu memang membuatnya tak berdaya, ia ingin menahan tetapi rasanya sudah tak bisa. Sebelum Liana bisa bergerak ia sudah terlebih dulu sampai padanya, tak memberi jawaban apapun kecuali sebuah ciuman yang langsung mendarat di mulut istrinya.
Liana hanya bisa melotot dan terpaku, tetapi ia mulai memejamkan mata ketika ciuman yang Nicky hujamkan padanya mulai melembut. Rasanya seluruh tulangnya jadi melebur, ia hanya bisa pasrah dan membalas sentuhan cinta dari suaminya hingga tanpa terasa handuknya sudah terabaikan di lantai.
* * *
Lagi-lagi ketika Liana membuka mata Nicky sudah tidak ada di sampingnya, dia bahkan tidak ada di kamar itu. Apakah memang seperti itu nasib istri dari seorang pengusaha sibuk? Ketika membuka mata suaminya sudah lenyap. Dan mereka hanya memiliki waktu beberapa jam saja untuk berdua setiap harinya kecuali sabtu dan minggu, itu pun kalau tidak ada lemburan!
Liana bangkit, lantainya masih berantakan dengan pakaian Nicky di mana-mana bersama bantal. Ia beringsut ke pinggir ranjang dan meluncurkan kakinya dengan menyeret selimut di tubuhnya, kemeja Nicky berada tak jauh dari kasur maka iapun memungutnya dan mengenakannya. Kedodoran dan kepanjangan, ia bahkan hampir tenggelam mengenakan kemaja itu. Memang, setelah kematian kakek berat badannya lumayan merosot. Sepertinya ia harus menambah berat badannya lagi agar tidak seperti wayang kulit.
Ia baru saja selesai mengancingkan kemeja itu, pintu di terabas seseorang. Seketika iapun menoleh, Nicky muncul, ia memakai robe, bau parfumnya masih menghampiri ketika tubuhnya memasuki kamar, itu artinya dia belum mandi. Pria itu mendorong troli makanan yang penuh dengan hidangan yang tadi di masaknya,
"Kenapa....semuanya di bawa ke sini?"