Ridwan berdiri berseberangan jeruji besi yang mengurung Alisa, saling menatap dengan wanita itu. Ia masih tak percaya jika Alisa bisa melakukan hal seperti itu, dari penyelidikan yang di lakukan oleh polisi di rumah itu, hanya ada sidik jari Alisa dan Nadine, terutama di gagang pisau yang sempat menancap di perut Nadine.
"Aku tidak mengerti kenapa kamu bisa melakukan itu, Alisa. Ku pikir kamu menganggap Nadine sebagai temanmu?"
Alisa hanya diam.
"Kenapa?"
"Haruskah aku jawab, kalaupun aku berkata tidak, tidak akan ada yang percaya kan?"
"Karena kamu memang melakukannya, apa kamu tahu.... Nadine menemuimu untuk apa?" desisnya, Alisa terdiam. "dia ingin menyambung tali yang lebih dekat denganmu Alisa, lebih dari teman. Kau tahu....membutuhkan hati yang besar untuk bisa membuat keputusan seperti itu! "
Alisa masih belum menangkap arahnya,
"Aku berniat meninggalkannya," mata Ridwan berkaca, "hanya untuk kembali padamu....., tapi.....dia lebih rela di madu...bahkan menjadi istri keduaku...., demi kamu!"
Alisa terperanjat, matanya juga memerah dan berembun.