Lihat ke Halaman Asli

The Last Hunter #Part 1

Diperbarui: 21 September 2018   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alex Reese

Siapa Aku?

 

Aku masih terpaku dengan semua kenyataan yang kuketahui, ini sungguh di luar akalku. Bagaimana mungkin, bagaimana bisa? Kucubit pahaku sendiri untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Cubitan pertama tak membuatku yakin maka kuulangi dengan lebih kencang, ouh ... sakitnya, ternyata aku tak sedang bermimpi.

Kutatap dua orang yang yang duduk di depanku, cara berpakaian dan sikap mereka memang sudah cukup menunjukan siapa mereka. Tapi aku, ini tidak mungkin! Aku hanya remaja biasa yang memiliki segudang catatan hitam di sekolah karena membela diriku sendiri. Tahu kenapa, terkadang aku terpaksa membuat teman sekolahku harus masuk rumah sakit karena ejekannya padaku. Mereka bilang aku anak yang aneh, penyendiri, tak mau bergaul. Bukan mauku, orangtuaku terus menekankan padaku bahwa aku harus menjaga jarak dari teman-temanku. Kurangi bergaul, atau ... jangan terlalu erat berteman. Itu memang aneh, mereka tak memberiku alasan pasti akan larangan yang mereka buat, tapi aku mematuhinya karena mereka orangtuaku. Dan sekarang, aku harus menerima kenyataan bahwa mereka bukan orangtua kandungku. Mereka hanyalah orangtua asuhku selama ini, dibayar untuk membesarkanku dan memastikan keamananku! Bingung? Aku sendiri bingung.

"Kalian bilang Lily dan Dave bukan orangtuaku?"

"Kami tak mengulangi penjelasan kami, sekarang sudah waktunya kau ikut kami. Karena keberadaanmu sudah terlacak, maka di sini bukan lagi tempat yang aman untukmu!"

"Aku tidak akan pergi ke mana-mana!"

"Kalau begitu kami harus memaksamu!"

Aku terpaksa harus melawan kedua orang yang datang ke rumah dan menceritakan hal yang menurutku tidak masuk akal itu. Tapi entah apa yang terjadi kedua orangtuaku ikut menyerangku untuk meringkusku. Terakhir aku sadar ibuku memukul kepalaku dengan penggorengan, masih sempat kulihat wajahnya seraya meraba wajahku dan berbisik, "Maafkan Ibu!" setelah itu semua menjadi gelap.

Saat sadar aku berada di sebuah kamar besar yang mewah, di sebuah hotel yang aku tak tahu di mana. Tak ada siapa pun di sana, aku mencoba membuka pintu. Terkunci, kutendang saja daun pintu itu dan kakiku malah kesakitan.

Sial!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline