Lihat ke Halaman Asli

[PDKT] Cinta Dalam Sepotong Mendoan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cinta Dalam Sepotong Mendoan


By : Y. Airy
no : 8

"Aduh....ngantrinya lama amat sih!" keluh Fahmi seraya menggaruk kepalanya, entah itu gatal atau nggak. "kalau nggak takut jadi anak durhaka mana mau aku ngantri mendoan buat Bunda gini," tambahnya lagi.

Bunda Fahmi memang maunya mendoan di tempat itu, cuma pedagang kaki lima. Tapi katanya rasanya itu loh....enaknya selangit, mana yang jual ramah dan cantik lagi! Fahmi jadi ingat pujian Bundanya sama gadis penjual mendoan itu. Memang sih, kalau Bundanya beli sendiri juga dirinya ikut makan. Memang enak pula, tapi diam-diam dalam hati Fahmi jadi penasaran tentang gadis mendoan itu. Setelah mengantri lama kaya' ular akhirnya tinggal nunggu satu lagi. Fahmi asyik BBM-an sama temannya ketika itu, ia sempat mendengar suara sang gadis saat melayani pembeli. Sepertinya tidak asing di telinganya.

Iapun mendongakkan kepalanya untuk mencari tahu siapa si gadis, seketika matanya serasa mau loncat ketika melihat gadis itu.

"Putri!" desisnya.

Gadis itu menoleh padanya, "kak Fahmi!" sahutnya. Fahmi langsung meloloskan diri dari antrian, lagipula memang sudah gilirannya. "kamu.....kamu yang jualan di sini?" tanyanya hati-hati. Putri tersenyum tampa malu.

"Iya, kak Fahmi ngapain di sini?"
"Beli mendoan?"
"Doyan mendoan juga?" tanya Putri seraya membungkus beberapa biji mendoan pesenan orang yang tadi di belakang Fahmi tadi. "pesenan Bunda!" sahut Fahmi.

Putri memang gadis incaran Fahmi sejak tahun lalu, dia langsung kecantol sama di gadis waktu pertama kali bertemu di Orientasi Mahasiswa baru. Kebetulan mereka satu Fakultas tapi karena dirinya senior yang hampir pensiun dari sana terkadang susah ketemu.

"Mau beli berapa?"
"10 biji aja. Eh....emangnya kamu memang jualan mendoan di sini ya?"
"Biasanya sih, Ibu yang jualan. Tapi karena beberapa hari ini Ibu nggak enak badan jadi aku yang gantiin. Tapi biasanya emang aku bantuin juga sih!"
"Gitu!"

Setelah dapat pesanan Bundanya Fahmi masih tak beranjak, ia masih berdiri di dekat gadis itu. Mungkin malahan bakal nungguin sampai tutup kalau sang Bunda tidak menelponnya dan ngomel. Sejak malam itu setiap Bundanya mau beli, Fahmi menawarkan diri untuk jadi kurir. Padahal biasanya paling males kalau nggak di omelin dulu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline