Lihat ke Halaman Asli

Price of Honor (Part 10)

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Danny menemui Alicya di lobi sesuai pesan yang ia dapat dari Mayor Brian.

" Aku hanya ingin kau menemaniku makan siang di luar, kebetulan ada yang ingin aku bicarakan!"
" Tapi Nona, bagaimana kalau Ibu Menteri mencariku?"
" Mama tidak makan siang keluar, paling dia akan mencarimu jika tiba waktunya ke Istana negara."

Danny diam untuk berfikir. Tapi akhirnya ia mengiyakan saja ajakan itu. Mereka makan di restoran itali, suasananya cukup romantis.

" Sebenarnya aku hanya sedang penat dengan semua masalah yang harus di hadapi!" seru Alicya memulai percakapan.
Danny hanya diam mendengarkan curhatannya, kebiasaan wanita....pasti akan curhat mengenai masalahnya. Tak apa, ia sering mendengar curhatan istrinya bila di rumah, mengenai pekerjaan lah, teman kerja atau lain sebagainya.

" Tadinya aku tak mau masuk politik, tapi aku harus membantu mama. Mama membutuhkan orang dalam yang bisa di percaya penuh. Tapi terkadang itu membosankan!"

Danny meminum minumannya. Matanya tak meninggalkan wajah gadis cantik di depannya. Ia menaruh kembali gelasnya di atas meja. Alicya menatapnya dengan tatapan sensual. Dulu saat duduk di bangku kuliah, ia sering berharap suatu saat nanti akan mendapatkan seorang suami seperti Danny Hatta. Tapi sayang ia keduluan oleh Sarah Hartono yang telah lebih dulu memikat hati pria di depannya.

" Apa kau tidak merasa penat dengan pekerjaanmu?"
" Pekerjaanku!" desis Danny. Tujuh tahun terakhir memang ia merasa penat, bergabung dengan polri menangani sektor barat. Dia lebih mencintai pekerjaannya saat dirinya masih di bawah kendali Jenderal David, di Divisi 2 , resimen ke 1. Meski sebenarnya ia muak dengan pimpinannya itu, tapi ia akui Jenderal David termasuk prajurit terbaik pula, sayang saja dia brengsek dan penjahat. Terlebih lagi MayJend Hendri. Ia bahkan tak ingin mengingat nama itu, tapi tak bisa di pungkiri. Ia tetap harus berterima kasih pada pimpinannya itu, karena berkat mereka juga ia mendapat prestasi yang cukup bagus. Jika ia tak pernah mengalami semua masa buruk itu ia tak mungkin punya keinginan bertahan di setiap maut yang mengejarnya. Di usianya yang ke 35, ia malah sudah mendapat jabatan Kolonel. Selain itu ia juga lebih menyukai karirnya saat bergabung dengan interpol. Meski ia sempat di penjara di beberapa negara, bahkan di siksa. Tapi ia tetap menikmati pekerjaan itu tanpa rasa takut.

Kini ia malah mendapat tugas sebagai pengawal pribadi Menteri Luar Negeri yang memiliki seorang putri yang jelita dan sepertinya sedang berusaha mendekatinya. Mungkin benar, gadis ini memang bisa mengganggu konsentrasi. Dari caranya bersikap, ia memang cukup menggoda setiap pria yang ada di hadapannya. Sangat elegan, meski terkadang bicaranya cenderung sembrono.

Alicya menyilakan rambut di sebelah kanan kepalanya, " Kau belum menjawab pertanyaanku, Danny!"katanya mengingatkan.

" Aku sering bosan, belakangan ini!" jawabnya.
" Kau tidak suka melindungi kami?"
" Bukan itu, maksudku....sebelum pihak Departemen memanggilku dan memberiku pekerjaan ini!"
" Oh!" sahutnya sambil menyeruput minumannya. Ia melirik Danny,

" Kau punya rokok?" tanyanya membuat mata Danny membulat. Alicya malah tertawa, tawa yang merdu dan elegan.
" Tak perlu kaget, aku sering melakukannya jika sedang penat. Di belakang mama tentunya!" serunya dengan senyuman.
" Kau punya tidak?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline