Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Cinta yang Terlarang # 9 ; Cemburu....

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pagi itu saat memasuki sekolah Jesie merasa ada yang aneh, semua teman sekolahnya memandangnya dengan aneh dan sedikit menjauh. Jesie jadi merasa seperti makhluk asing sekarang. Ia memasuki ruang kelas, di dalam kelaspun sama. Ia duduk saja dan melihat ke depan.

Jrengggg!

Pandangannya tertumpu ke papan tulis.

Jesica Anastasya, Ibunya adalah seorang gold digger. Meninggalkan suaminya karena bangrut dan menikah lagi dengan anak seorang pengusaha kaya. Hati-hati! Ntar bokap kita di goda sama nyokapnya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pasti anaknya juga sama. Matre dan suka godain suami orang, yang punya pacar. Pacarnya di jaga baik-baik, jangan sampe di goda sama Jesie!

Jesie terbelalak, membulatkan bola matanya lebar. Ia melihat sekeliling ruangan, semua mata menatapnya jijik.
Siapa yang menulis itu? Nggak mungkin Reta, dia nggak mungkin tega. Atau....Axel, yang tahu hal itu kan cuma Reta sama Axel!

Jesie maju dan menghapus tulisan itu, ia memandang seisi kelas . Tiba-tiba saja beberapa anak melemparinya dengan gulungan kertas dan pulpen. Ia melindungi diri dengan tangannya, suara gaduh cibiran di hujamkan padanya dari teman-teman sekelasnya. Ia pun berlari keluar. Di luar pun ia mendapat perlakuan sama. Di lempari gulungan kertas, bahkan ada yang melemparinya dengan sekantong plastik minuman hingga ia basah, ada juga yang melemparnya dengan telur. Reta yang baru datang menghampirinya.

"Jes!" desisnya. Tapi Jesie malah lari dan di halaman ia tabrakan dengan Axel. Axel cukup terkejut melihat keadaannya.
"Jes, loe kenapa?"
Tapi Jesie malah menampar Axel. Seketika Axel memegang pipinya, "Jes, loe kenapa?" serunya. Jesie tak menjawab, ia lari saja keluar sekolah dengan mata sembab. Axel makin tak mengerti. Reta sampai juga berlari mengejar Jesie keluar, tapi ia hanya bertemu Axel di halaman.

"Re, Jesie kenapa?"
"Loe belum tahu?" Reta balik nanya.
"Tahu apa?"
"Loe lihat aja di mading dan semua papn tulis di seluruh kelas!" seru Reta.

Axel menatapnya sebentar lalu berlari ke dalam, ia melihat kerumunan di mading. Ia pun menerobosnya, dna membaca tulisan di mading yang ternyata soal ibunya Jesie. Axel mengepalkan tinjunya. Ia menoleh ke semua anak yang ada di sana.

"Siapa nulis ini?" tanyanya.
Tak ada yang menjawab.
"Siapa?" teriaknya. Tetap tak ada yang menjawab. Axel menarik seorang anak yang tak jauh darinya, mencengkeram leher bajunya.
"Gue tanya siapa yang nulis?" geramnya.
"Gu-gue nggak tahu Xel." jawabnya.
Axel menampakan ekspresi yang lebih marah, "Sumpah Xel, gue nggak tahu!" serunya lagi. Axel melempar anak itu ke papan mading.
"Gue nggak mau tahu, loe!" tunjuknya, "loe, dan loe semua. Hapus semua tulisan yang ada, kalau nggak ....gue lempar loe semua dari sekolah ini!" katanya lalu pergi. Semua anak yang ada di sana langsung segera berhambur untuk menghapus tulisan yang tersebar. Tentu apa yang di ucapkan Axel dengan amarah bukan sekedar ancaman semata. Keluarganya adalah pemilik yayasan sekolah itu, dan kini Axel adalah ahli waris yang memegang 70 % persen saham. Itu artinya Axel lah pemilik yayasan itu, dia bisa saja melempar siapa saja yang tak ia kehendaki. Kalau ia mau ia juga bisa mengusir semua kakaknya dari rumah. Memang karena usianya masih 18 tahun, ia masih di wakilkan oleh kakak tertuanya Rudi, jika dirinya sudah lulus akademik baru ia akan memegang sepenuhnya perusahaan dan yayasan.

Axel mencari Jesie keluar area sekolah. Ia membawa dua sepeda, satu ia kendarai satu lagi ia tuntun.
"Aduh Jes...loe dimana sih!" cemasnya sambil celingukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline