Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Cinta yang Terlarang # 11 ; Gue Takut Nggak Bisa Nahan Godaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jesie sedang membayar belanjaannya di Indomart, ponselnya berdering. Itu ayahnya.

"Hallo Yah!"
"Kenapa lama sekali sayang, ini sudah malam. Langit juga mendung, nanti keburu hujan. Cepat pulang!" seru Joni.
"Iya Yah, ini lagi bayar. Langsung pulang deh, tadi antrinya banyak!"
"Ya sudah hati-hati!"

Telepon terputus. Selesai membayar Jesie langsung keluar dan berjalan kaki menuju rumah. Karena lagi males pake sepeda, dia jalan kaki makanya lama.

Sepulang dari makam papanya, Axel menelusuri jalanan. Ia juga tak membawa motor, aneh hari ini kedua anak itu sama-sama pingin jalan kaki.

Ada beberapa preman yang preman yang mencegar Jesie, berbeda dari tempo hari. Sepertinya kali ini yang mencegatnya adalah anak gank.

"Hai cantik, mau di anterin!" seru salah seorang dari mereka. Mereka ada lima orang.
"Sorry, gue buru-buru!" jawab Jesie.
"Santai aja, kita main dulu yuk!" sahut yang berbaju merah sambil mencolek lengan Jesie. Jesie langsung melintir tangan orang itu dan membantingnya.

Yang lain melihat hal itu langsung menyerang, mereka berkelahi tapi sepertinya kali ini Jesie benar tak bisa mengalahkan mereka semua. Ia tersungkur dan langsung di tangkap oleh tiga anak.
"Lepasin!"
Mereka menyeretnya. Dari jauh Axel seperti mendengar suara minta tolong, dan ia kenal suara itu. Ia segera berlari ke arah suara.
"Woi, lepasin dia!" serunya.
Semuanya menoleh.
"Axel!" desis Jesie, ada nada senang di dalamnya.
Axel berlari ke arah mereka dan langsung berusaha merebut Jesie, para preman itu pun menyerangnya. Axel berhasil menjatuhkan mereka semua dan langsung menarik Jesie untuk melarikan diri. Kelima orang itu pun mengejar, gerimis mulai berjatuhan.

Jesie dan Axel berlari semakin jauh dan berlawanan arah dari rumah Jesie, sementara hujan semakin deras. Keduanya berhenti.

"Kaya' nya mereka sudah jauh deh!" desis Jesie.
"Ngapain loe malem-malem gini masih keluyuran?"
"Gue cuma belanja barang dapur. Hah...belanjaan gue!" serunya.
"Ya elah, loe masih mikirin belanjaan. Mending kita cari tempat berteduh dulu!" kata Axel menarik lengan Jesie kembali dan mengajaknya berlari. Tempat itu cukup sepi di jam segini, apalagi hujan. Tak jauh dari mereka ada pos RW. Mereka pun lari ke sana. Sudah terkunci rapat, tapi setidaknya terasnya bisa buat berteduh.

Axel melihat Jesie yang mulai kedinginan, memeluk dirinya sendiri sambil menggosok lengannya dengan telapak tangan. Ia pun mencopot jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Jesie, Jesie menoleh. Mata mereka bertemu, saling berbicara. Tiba-tiba petir menyambar, spontan Jesie memeluk Axel. Axel juga membalasnya secara spontan. Lama mereka larut dalam dekapan tak sengaja itu, api berkobar di dada mereka, membakar kebencian yang sempat merayap sebelumnya. Jesie membuka mata, dan mengangkat wajahnya perlahan, menatap Axel yang masih memejamkan mata. Perlahan mata itu juga terbuka, dan membalas tatapan Jesie. Semakin lama mereka bertatapan debaran yang muncul semakin hebat menyerang. Axel menelan ludah, ia menyadari sesuatu maka ia pun melepaskan tubuh Jesie perlahan dan membuang muka.

"Maaf!" desisnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline