Lihat ke Halaman Asli

Sayap - sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance #Epilogue

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Epilogue


Tujuh bulan kemudian......

William berdiri di teras rumahnya di temani Jaya, sebenarnya tubuhnya sedikit lemah. Perubahan sikap Liana sejak insiden itu cukup mengganggu pikirannya sehingga berpengaruh dengan kesehatannya. Tapi ia tetap mencoba pura-pura baik-baik saja di depan Liana ataupun Nicky.

Ia sangat berharap Liana mampu bangkit dan kembali seperti dulu, tapi apa yang telah Rey perbuat padanya, di tambah lagi dengan keadaan kakinya sekarang sungguh membuat keceriaan dan keberaniannya surut. Gadis itu bahkan selalu menghindari Nicky, seolah takut dekat dengannya. Itu sungguh membuat hati William tak tenang, apalagi sekarang kesehatannya cukup menurun. Bagaimana kalau nanti dirinya pergi dan Liana akan kehilangan seluruh semangatnya?

Sesekali Rizal melirik melalui spion tengah, keheningan menyelimuti ruangan dalam mobil itu sejak dari rumah sakit. Hari ini adalah hari dimana Liana pulang dari rumah sakit setelah operasi kedua pada kakinya. Ia tak mau memakai kursi roda, hari terakhir di rumah sakit pasca operasi ia belajar berjalan menggunakan tongkat. Rizal melirik lagi, dua insan yang duduk di jok belakang itu saling diam. Ia tahu mereka saling mencintai tapi sekarang keduanya sedang mencoba mengingkari perasaan masing-masing.

Mobil itu akhirnya merapat di bibir teras kediaman William Harris, pintu belakang mobil itu terbuka dan Nicky muncul, ia menutup pintunya kembali dan berjalan memutari belakang mobil. Liana membuka pintunya sendiri, ia mengeluarkan tongkatnya. Dan Nicky sudah di sampingnya untuk membantunya keluar, Rizal juga keluar dari bagian depan.

"Aku bisa sendiri!" tolak Liana dengan nada datar, Nicky menjauhkan tangannya dan mundur kembali. Memandangi wanita itu, hatinya cukup perih setiap kali mendapatkan penolakan dari Liana. Mungkin itu juga karena kesalahannya. Andai saja dulu ia bisa bersikap jauh lebih baik, mungkin Liana akan lebih percaya padanya sekarang.

Setelah Liana berdiri dengan kedua tongkatnya, Rizal menutup pintu mobil dan juga hendak membantunya. Liana menggeleng padanya, "aku bisa jalan sendiri, jangan perlakukan aku seperti aku tak bisa berbuat apapun!" desisnya.

Liana mulai berjalan ke arah William dan berhenti di depan pria tua itu, ia mencoba tersenyum meski hambar. William memasang senyum lebar menyambutnya, "kakek senang akhirnya kau sudah sampai," girangnya, ia membelai rambut Liana. "ayo kita masuk, kau pasti lelah!" ajaknya. Jaya mendampingi William dan Liana memasuki rumah itu sementara kedua pria di samping mobil CR-V hitam itu hanya mematung memandangnya.

"Sampai kapan kalian akan seperti ini? Semua ini membuatku muak!" desis Rizal, Nicky tak menyahut. "apa kau hanya akan diam saja?" kesal Rizal "membiarkan Rey menang dan tertawa di dalam kuburnya?" tambah Rizal lalu mulai melangkahkan kaki untuk membawa mobil itu ke garasi. Nicky mengepalkan tinjunya dengan kuat, Rey memang sudah mati. Tapi dia berhasil membuat Liana dan dirinya menderita akibat perbuatannya. Apakah itu artinya memang Rey yang menang dalam permaian ini?

Lisa sendiri memilih untuk kembali ke rumahnya sendiri dan mengurus perusahaan peninggalan suaminya yang selama ini di urus Rey. Perusahaan itu cukup menunjukan perkembangan sekarang, tentu. Lisa tak memikirkan apapun selain bekerja dan bekerja. Hanya itu yang bisa membuatnya melupakan apa yang telah putranya perbuat, meski setiap malam menjelang. Semuanya akan kembali menghantuinya. Kenapa Rey tega lakukan itu? Dia tam hanya membuat Liana menderita, tapi juga dirinya. Mama kandungnya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline