Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Kesendirian, Merayakan Kesabaran

Diperbarui: 3 Juli 2016   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: @bankmandiri

Sejatinya, sebenar-benarnya, manusia tidak bisa tidak bersentuhan...

Bersentuhan bukan soal urusan fisik semata. Bersentuhan artinya merasa, memaknai bahwa manusia hidup dan bergerak sesuai hakekatnya. Manusia yang terpisah ribuan kilometer pun tetap bersentuhan. Saya, Anda, kita memaknainya sebagai komunikasi. Dua insan yang terpisah, dua insan yang mencintai, tak bisa tidak bersentuhan. 

Seorang penjaga mercusuar, terpisah dari keluarganya, terkucilkan di tengah pulau. Ia hanya bisa bersabar, ia hanya bisa memaknai "gerak" sebagai kesendirian. Bibirnya tak sibuk bekerja. Lidahnya tak lincah mengurai bahasa ketika tenggelam dalam nuansa sendiri. Namun, hatinya bergejolak. Hatinya merindukan gaduh puterinya, anaknya di pangkuan. Bercanda dan berbagi menuntaskan rindu ketika berbuka puasa, bertukar salam selepas salat maghrib, beranjak ke peraduan dengan sertaan doa dari ayah dan anak. Ia tak bisa mendapatkan kemewahan tersebut. Tugas, pekerjaan, gerak. Ia tenggelam dalam kesendirian.

Sayang, yakinlah, ia tak sebenar-benarnya sendiri. Yang Khalik bekerja dengan rahmatnya. Tuhan Esa berkarya dalam kesendirian dan kesunyiannya. Apa karya-Nya? Kamu boleh menyebutnya kesabaran. Apa tingkatan tertinggi untuk manusia yang berproses? Bagi saya, adalah kesabaran. Sebuah proses adalah gerak waktu perlahan. Di tengahnya, manusia selalu diuji, dilempar-tangkap dengan lepas, dipermainan oleh kesedihan.

Manusia unggul adalah insan yang sabar, yang menggunakan kesendiriannya sebagai sajadah untuk terus melafalkan asma Allah.

#MercusuarMandiri

Part 1:


Part 2:





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline