Mungkin sebagian dari kita ada yang suka sekali dengan sejarah, ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah tersebut tetapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa karena sumber dari internet yang belum tentu valid. Solusinya kalian bisa mengunjungi museum, menanyakan kepada pemandu museum mengenai hal-hal yang ingin kamu ketahui. Bagi kamu yang mau tahu sejarah dan budaya Sunda ada Museum Sri Baduga. Museum ini memiliki ragam jenis koleksi seperti; artefak, lukisan, naskah, dan benda-benda sejarah lainnya.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai Naskah Babad Galuh Imbanagara yang peletakan di museum di lantai dua yang merupakan bagian dari kategori Bahasa dan Aksara. Sejarah yang ada di dalam naskah ini cenderung belum banyak yang membahas dan masih sedikit sumber referensi yang berada di internet. Menurut pak Purnomo selaku narasumber pun mengatakan bahwa kajian tentang naskah ini tidaklah banyak, karena minimnya catatan sejarah pada saat itu. Artikel ini bertujuan untuk memberi informasi secara umum mengenai sejarah Naskah Babad Galuh Imbanagara. Oleh karena itu, diharapkan pembaca dapat memahami sejarah ini melalui penggunaan bahasa yang sederhana.
Teks Naskah Babad Galuh Imbanagara pada gambar artikel ini ditulis dengan bahasa sunda melalui aksara latin. Naskah ini jika diterjemahkan menceritakan tentang Kerajaan Galuh yang dimulai pada Ratu Bondan yang waktu itu sedang berdiam diri di Bojong Galuh. Dalam Naskah ini juga ditulis nama-nama petinggi yang ada di Galuh mulai dari tahun 1940 hingga 1870. Letak Kerajaan Galuh ada di daerah Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Jawa Barat. Wilayah ini kemudian berubah menjadi Kabupaten Ciamis pada tahun 1916 saat bupati Aria Sastrawinata menjabat.
Saat ini, keturunan dari Kerajaan Galuh memiliki komunitas sosial yang dibentuk karena ingin menghidupkan kembali nilai-nilai kegaluhan dan ikut serta dalam memajukan masyarakat yang berada di wilayah geografis Kerajaan Galuh (Kabupaten Ciamis). Nama komunitas sosialnya adalah Paguyuban Galuh Sadulur. Di tengah zaman yang semakin modern ini, beberapa aktivitas yang dilakukan Paguyuban Galuh Sadulur yaitu yang pertama melarang penebangan pohon-pohon yang berlebihan dan bertujuan untuk membuka lahan. Mereka percaya jika kita merusak alam, tuhan tidak akan menyukainya. Kedua, ketika para petani di sekitar Kabupaten Ciamis mengalami gagal panen, mereka melakukan sosialisasi kepada petani tentang bagaimana menjaga padi terbebas dari hama, kapan waktu yang tepat untuk melakukan tanam dan panen, pemilihan jenis tanah yang tepat, dan lain sebagainya. Paguyuban Galuh Sadulur percaya, nenek moyang mereka ketika menjadi pemerintah dulu memberikan solusi atas masalah, membantu, serta memakmurkan masyarakatnya.
Nilai-nilai kegaluhan yang dituliskan dalam Naskah Babad Galuh Imbanagara menjadi acuan bagi Paguyuban Galuh Sadulur untuk menerapkan nilai tersebut di masa kini. Mengingat nilai-nilai budaya Kerajaan Galuh sudah sangat tertinggal zaman, tetapi masih ada yang relevan dengan masa kini. Contohnya ketika Kerajaan Galuh ketika Adipati Panekan memerintahkan untuk menyerang Batavia secepat mungkin, yang berdampak terjadinya pembunuhan karena perbedaan paham dalam menanggapi 'perang' antara Batavia dan Mataram saat itu. Nilai budaya yang cenderung negatif dan tidak relevan dengan saat ini karena tindakan yang ceroboh atau buru-buru akan menyebabkan sejarah terulang kembali. Oleh karena itu, Paguyuban Galuh Sadulur berusaha untuk menjaga perdamaian.
Naskah Babad Galuh Imbanagara ini memiliki beberapa fungsi komunikasi, yaitu:
Sebagai pembelajaran, bagi siswa maupun mahasiswa Sri Baduga menjadi salah satu destinasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang sejarah kerajaan di sekitar Jawa Barat. Terutama sejarah tentang Kerajaan Galuh yang tertulis di Naskah Babad Galuh Imbanagara.
Pemahaman kekuasaan, sejarah Kerajaan Galuh membantu kita untuk memahami dinamika politik dan kekuasaan dengan perubahan kebijakan pemerintah pada saat itu telah mempengaruhi kehidupan rakyatnya.
Pemeliharaan identitas budaya, dengan adanya objek ini di museum, membuat generasi muda mau untuk mempelajari budaya apa yang diterapkan pada saat itu dan mencoba mengaplikasikannya dengan masa kini.
Selain itu, sejarah Kerajaan Galuh memiliki nilai komunikasi antarbudaya yang dapat kita ambil positifnya. Yang pertama, ketika pernikahan antara Hayam Wuruk dari Majapahit dan Dyah Pitaloka yang merupakan putri dari Prabu Maharaja sempat terjadi pertukaran budaya antar dua kerajaan yang berbeda dalam membuat kesepakatan tersebut. Kedua, ketika Sastrawinata (Bupati Galuh 1914-1936) berhasil menyelesaikan masalah pemberontakan komunis yang terjadi di daerah Ciamis, Sastrawinata mendapat Bintang Willems Orde dari pemerintah kolonial. Artinya, pemerintah kolonial tidaklah sepenuhnya berdampak buruk, justru mereka memberikan hal baru berupa budaya 'menghormati atas kontribusi pemimpin yang besar'.