Lihat ke Halaman Asli

“ Berasuransilah sahabat, masa depan adalah misteri”

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Saya masih ingat tentang sahabat saya yang mungkin kini hanya menjadi bagian dalam sejarah hidup saya. Usia kami masih sangat muda saat itu. Kami berjuang bersama-sama untuk kuliah hingga ia lulus terlebih dahulu. Sebagai seseorang yang terlahir dari ekonomi kelas bawah, menggapai pendidikan lebih tinggi adalah harapan untuk mengubah takdir kami. Dalam pikiran saya atau sahabat saya, dengan mempunyai gelar yang tidak hanya SMA kami akan dapat hidup lebih baik dari saat ini. Sahabatku, bernama Fendy
Usia kami berbeda 2 tahun. Kami berkenalan saat bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan komputer. Sebagai penjaga gudang, saya berkenalan dengan dia yang sering bertugas untuk mengambil barang di gudang dan selalu bicara dengan saya. Suatu ketika, saat menunggu barang. Ia menyapa saya dan saat itu kami berkenalan. Saya terkejut ternyata usia kami tidak jauh berbeda, dan lebih hebatnya lagi ia kuliah sambil bekerja. Saya pun bertanya padanya.
“ Untuk apa kamu kuliah, bukannya tujuan seseorang kuliah itu untuk bekerja, kamu kan sudah kerja? Untuk apa lagi kuliah?”
“ Dengan pendidikan lebih tinggi, kita akan dihargai lebih tinggi kebanding seorang lulusan SMA, memangnya kamu puas hanya dengan pendidikan segini dan gaji segini, bila kamu kuliah lebih tinggi kamu akan dapat lebih baik kan?”
Saya menangkap baik-baik kalimat darinya dan termovitasi untuk mengikuti caranya, akhirnya ia menyarankan saya untuk menyimpan uang gaji saya sebagai simpanan untuk kuliah di universitas yang murah tapi berkualitas. Fendy, jauh-jauh dari kampungnya di Solo. Bekerja di Jakarta dan melakukan apa saja untuk hidupnya, ia ingin membuat orang tuanya bahagia dan bermimpi kelak menjadi orang sukses di Jakarta. Saya pun menjadikan dia sahabat yang bertukar pikiran hingga akhirnya setahun kemudian saya kuliah ditempat yang sama dengannya.
Kuliah sambil bekerja adalah sebuah pilihan yang sulit dan melelahkan, itu yang saya rasakan setahun belakangan setelah duduk sebagai mahasiswa. Tapi bagi Fendy, itu tidak akan cukup hanya bekerja sebagai pegawai di kantoran, ia juga melakukan pekerjaan sebagai perantara jual beli apapun yang bisa ia jual seperti mainan, pulsa hingga motor bekas. Melihatnya bekerja begitu giat saya jadi geleng-geleng kepala, apakah tubuhnya terbuat dari baja sehingga waktunya beristirahat hanya 3-5 jam sehari sebelum masuk pagi untuk bekerja di kantor yang sama dengan saya.
Hingga waktu berjalan, ia lulus dari bangku kuliah sedangkan saya masih kuliah. Kami tetap bekerja di tempat yang sama dan ia menghabiskan masa selesai kuliahnya sebagai pekerja penghitung uang di sebuah Bank, berkerja hingga larut malam. Sesekali dalam sebuah makan malam ketika ia mengajak saya, saya bertanya padanya.
“ Fen, kamu kerja begitu giat, memangnya hasilnya untuk kamu tabung atau gimana sih?”
“ Uang yang saya hasilkan, sebagian saya tabung untuk kuliah s2 nanti, sebagian untuk orang tua di kampung dan biaya pendidikn adik saya yang masih sekolah.”
“ Lalu untuk masa depan kamu sendiri bagaimana?”
Dengan tersenyum ia menjawab. “ Untuk masa depan saya, setelah saya melihat adik dan keluarga saya bahagia dulu, baru saya pikirkan.”
Saya hanya tersenyum, merasa iri dalam hati, bagaimana orang seperti ini bisa berpikir tentang keluarganya sebagai bagian utama sedangkan dirinya sendiri belum ia pikirkan.
Suatu ketika, ia mengajak saya berkunjung ke rumah orang tuanya di solo, karena saya sedang libur dan mendapatkan cuti kerja yang sama dengan dia, akhirnya saya pun ikut dengan dia ke kampung. Melihat rumahnya di kampung, ia berasal dari keluarga sederhana. Lalu ia berkisah tentang impiannya untuk membawa orang tuanya naik haji, sebagai seorang non muslim saya tidak terlalu paham. Ia sadar hal yang berat untuk itu tapi ia sudah menabung sejak saat ini.
Yang membuat saya terkejut ia memberikan saya sebuah saran tentang bagaimana saya harus berpikir tentang diri saya sejak dini.
“ Andi kamu sudah punya asuransi?”
“ Buat apa itu?
“ Ya buat jaga-jaga kalau kamu sakit dan gimana-gimana kan terjamin untuk biayanya?”
“ Waduh saya mah, sehat-sehat aja kok. Kamu sendiri emang uda ikutan asuransi?”
“ Belum, tapi orang tua saya sudah saya ikut sertakan dalam asuransi syariah,.”
Dalam hati saya bingung, kenapa bukan dia yang diasuransikan malah kedua orang tuanya.
“ Ya, saya masih muda, uang saya baru cukup untuk membayar premi kedua orang tua saya, kalau ditambah saya berat dong, lagian saya masih harus kuliah s2 dan hidup di Jakarta”
“ Kenapa kamu suruh saya ikutan?”
“ Ya karena kamu belum nanggung siapa-siapa, ikutan untuk jaga-jaga, kalau saya cepat atau lambat akan ikut.”
“ Akan saya pikirkan” kata saya dalam hati.
Pembicaraan kami terputus dan saya menghabiskan liburan saya untuk berwisata di kampung sahabat saya, Solo.
***
Fendy beberapa kemudian memutuskan untuk pindah kerja setelah mendapatkan tawaran yang lebih baik. saya sedih harus melepasnya tapi saya bisa paham mengapa ia harus pindah karena itulah tujuan manusia hidup, untuk mencari yang lebih baik. Ia tetap orang yang inspiratif dalam hidup saya apalagi ia bilang ia mulai bekerja sebanyak mungkin karena sebentar lagi orang tuanya akan bisa mencapai mimpinya naik haji, berkat premi yang ia tabungkan di bank Syariah untuk naik haji. Saya turut senang mendengarkannya, ia anak berbakti tidak seperti saya yang masih suka melawan orang tua.
empat bulan kemudian karena kesibukan saya menjelang ujian dan kerja, kami jadi tidak saling berkomunikasi. Saya melihat sebuah televisi dan melihat seorang bintang bulutangkis Indonesia, Susi susanti di televisi sedang membawakan iklan tentang bank Syariah, lah saya jadi bingung. Saya pikir produk syariah hanya untuk kaum muslim, ternyata non muslim pun berhak untuk menabung ataupun mengikuti produk yang bank Syariah keluarkan. Saya jadi teringat sahabat saya,Fendy sebab orang tuanya adalah nasabah produk tersebut. Saya jadi tertarik untuk tau lebih banyak tentang bank Syariah dan berkonsultasi dengan Fendy.
Ketika saya menelepon teleponnya saya begitu terkejut bukan dia yang mengangkat tapi adiknya, dengan nada sedih ia bicara kepada saya
“ Abang Fendy udah di sisi Tuhan yang maha esa, ia meninggal karena infeksi paru-paru dan hepatitis B yang uda parah “
Saya terkejut dan langsung menarik nafas panjang-panjang berharap ini hanya mimpi, ternyata semua nyata, air mata saya tumpah ruah mendengar kepergian sahabat saya yang begitu mendadak. Fendy meninggal karena infeksi paru-paru, ia masuk ke rumah sakit dalam keadaan sudah sekarat. Saat itu terdengar suara sedih sang adik yang berkata kalau uangnya tabungan mereka sekeluarga tidak cukup untuk biaya dokter dan akhirnya sang kakak meminta untuk di pulangkan hingga akhirnya meninggal di rumahnya.
Oh.. Sahabatku Fendy yang malang, mengapa nasibnya begitu tragis. Saya tidak heran ia dekat dengan penyakit yang berbahaya dengan pekerjaannya yang setiap hari berkeliling diantara polusi tinggi di kota Jakarta dan lebih buruknya lagi tanpa lelah. Semuanya di mulai dari penyakit hepatitis b dan akhirnya menjalar ke paru-paru hingga akhirnya ia menyerah. Saya hanya bisa menangis dan merenungi semua yang terjadi dalam hidupnya. Andai saja ia terlahir lebih baik dari secara ekonomi, ia tidak akan seperti ini. Dunia ini begitu tidak adil. Walaupun ia telah pergi, ia pergi sebagai pahlawan untuk keluarganya dan mencapai mimpinya setelah orangtuanya naik haji dan adiknya sudah lulus sekolah.
Waktu pun menyadarkan saya secara perlahan tentang misteri kehidupan yang kapan saya bisa datang kepada siapapun umat manusia di bumi. Semua saya renungkan hingga suatu ketika saya terduduk sambil membaca Koran harian seperti biasanya di kantor. Terdapat sebuah kalimat asuransi jiwa. Teringat oleh saya, kalimat perbincangan dengan Fendy di masa lalu yang menyarankan saya untuk mengasuransikan diri saya untuk jaga-jaga, tak saya sangka apa yang ia katakan menyadarkan saya untuk lebih berpikir tentang masa depan. Saya pun semenjak saat itu berpikir untuk menjaga diri saya dengan asuransi
Fendy sahabatku, kalau saja kamu lebih berpikir tentang dirimu dan mau membagi dirimu dengan sedikit rasa aman seperti yang kamu sarankan pada saya, mungkin saat ini kita masih bisa duduk bersama sambil menikmati kopi; sebagai anak muda yang berharap mimpi besar di masa depan. Aku hanya bisa berdoa agar apa yang kamu katakan walau belum sempat kamu jalanin menyadarkan banyak orang seperti saya untuk berjanji lebih berpikir tentang keamaan diri sendiri sebagai masyarakat ekonomi bawah yang bisa tercekik oleh biaya kesehatan yang mahal.
Sahabat-sahabat sekalian, kisah kami adalah sebuah kisah nyata yang membuatku kini lebih peduli untuk menyarakan orang lain berpikir tentang dunia yang telah berubah tanpa ditebak. Apapun yang terjadi dalam hidup kita, tidak akan pernah bisa kita tebak, tapi kita bisa bersiap-siap untuk menjaga diri kita dengan asuransi jiwa sebab hidup adalah misteri Ilahi.
Semoga kisah ini menyadarkan kalian betapa pentingnya hidup bersama asuransi dan tanpa berpikir bahwa hidupmu adalah milikmu saat ini, tidak sahabat, kita hidup untuk masa depan yang tak akan pernah bisa kita duga. Dan apa yang kita persiapkan saat ini adalah pintu untuk sedikit membuat kita lebih siap menjawab misteri kehidupan.

<a href="http://tinypic.com?ref=349fbk4" target="_blank"><img src="http://i28.tinypic.com/349fbk4.jpg" border="0" alt="Image and video hosting by TinyPic"></a>




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline