Tepat di Hari Pahlawan, selain 3 orang tewas, belasan terluka karena diserempet kereta api yang lewat saat menonton drama kepahlawanan Surabaya Membara di atas viaduk Jalan Pahlawan. Di samping itu, di arena pertunjukan ada 25 bocah kesurupan.
Kata 'kesurupan' ini mengingatkan saya akan ucapan Jokowi yang jengkel dengan politisi genderuwo yang senangnya menakut-nakuti rakyat. Siapa yang tidak takut genderuwo yang penampakannya yang begitu mengerikan. Yang jelas jangan tanya saya karena saya belum pernah berjumpa dengannya dan tidak ingin melihatnya, apalagi menyapanya.
Namun, genderuwo yang Jokowi maksudkan ada di sekitar kita. Siapa sih yang Jokowi maksudkan? Pertama, orang atau sekelompok orang yang senangnya menakut-nakuti orang.
Dalam acara jurit malam yang sering dilakukan di kalangan siswa, mahasiswa atau sekelompok pemuda, ada panitia khusus yang bertugas menakut-nakuti peserta yang diminta jalan di malam hari dengan rute yang sengaja dilewatkan daerah yang menyeramkan. Meskipun tujuannya untuk having fun atau yang lebih 'patriotik' untuk menempa jiwa agar lebih berani, acara semacam ini berbahaya. Mengapa?
Bisa saja ada yang sakit jantung tanpa terdetekti dan tidak mengaku. Siapa yang bertanggungjawab kalau akhirnya ada yang mati beneran karena heart attack? Di samping itu, bukankan rasa senang yang lebih bermanfaat ketimbang rasa takut? Siapa yang senang jika setelah acara masih dihantui, bahkan sampai terbawa mimpi gara-gara ketemu genderuwo?
Kedua, orang yang lebih senang menebarkan pesimisme ketimbang otimisme. Mengapa? Orang yang bertugas pada malam hari jadi takut keluar karena ada genderuwo gentayangan. Orang yang tidak berani keluar rumah gara-gara takut terjadi kecelakaan malah mencelakakan dirinya sendiri karena tidak bisa mencari nafkah. Negara yang pesimis justru terpuruk karena tunduk pada si buruk.
Ketiga, orang yang lebih senang kekacauan ketimbang keharmonisan. Bagaimana negara bisa maju jika rakyatnya gaduh terus? Meskipun aneh, ada orang semacam itu. Tujuannya? Memancing di air keruh. Mencari keuntungan di tengah kebuntungan orang lain. Apa rakyat mau jadi korban untuk kepentingan orang atau sekelompok orang yang sikap, perilaku dan ucapannya kayak genderuwo?
Keempat, orang yang suka menjelekkan orang lain tanpa berhenti sejenak untuk bercermin. Jangan-jangan, atau malah dipastikan, wajahnya lebih buruk ketimbang orang lain. Ada yang lebih buruk ketimbang genderuwo? Ngaca dong! Begitu komentar warganet terhadap orang-orang semacam ini.
Kelima, orang yang melontarkan berbagai macam tuduhan tanpa data yang valid. Ketika terdesak lebih suka berkelit dan licin seperti belut agar tidak terbelit hukum.
Keenam, orang yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Genderuwo menculik anak atau orang untuk kesenangannya belaka. Saya mendengar kisah seorang yang diculik genderuwo. Ketika berhasil keluar dari sebuah pohon besar dan rindang, tubuhnya penuh kotoran, maaf, tahi manusia. Entah cerita ini benar atau tidak. Jika hoax berarti yang mencerikannya termasuk genderuwo juga.
Ketujuh, orang yang merasa bisa mengalahkan Tuhan. Bukankah selama ini setan berusaha untuk menyaingi Tuhan dan merebut pengikut-Nya untuk dijadikan budaknya? Orang yang suka mengkafirkan orang lain pasti keberatan jika dikafirkan orang lain. Bukankan Indonesia negara yang bertuhan?