Lihat ke Halaman Asli

Labubu Lingkaran Setan

Diperbarui: 24 Oktober 2024   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Labubu merupakan karakter elf yang dibuat oleh seniman asal Hong Kong. Boneka ini berciri-ciri telinga panjang, gigi tajam yang menonjol dari mulut, dan senyum yang nakal. Labubu, yang telah ada sejak tahun 2015, kembali viral secara global setelah diunggah oleh artis terkenal Lisa Blackpink. Popularitasnya yang meningkat drastis, terutama di Indonesia, telah memicu tren konsumerisme yang bertentangan dengan nilai-nilai islam. 

Hadirnya toko "Pop-Mart" di Jakarta yang menjual banyak mainan dengan konsep BlindBox atau jenis mainan yang memberikan rasa misterius karena kita tidak akan tahu apa isi dari kotak tersebut. Inovasi ini ternyata membuat orang semakin penasaran. Sehingga, masyarakat Indonesia rela mengantri lebih dari 8 jam demi mendapatkan boneka ini. Labubu merupakan salah satu boneka berjenis BlindBox yang kini masyarakat Indonesia sudah mulai melupakan bahwa jenis konsep tersebut adalah salah satu sikap terlarang dalam islam, yaitu Gharar. Gharar adalah akad jual beli yang melanggar syariat karena mengandung ketidakjelasan maupun spekulasi. Hal ini berhubungan dengan konsep boneka labubu. Dengan membeli satu kotak boneka ini, kita dihadirkan rasa penasaran karena isinya yang random atau tidak tahu isinya. 

Labubu kini dikenal dengan 'Lingkaran Setan' karena termasuk salah satu dari 7 dosa dunia yang dipercayai oleh agama kristen, yaitu keserakahan. Seseorang yang telah melakukan dosa tersebut dipercaya akan termasuk dalam lingkaran setan dan sulit akan keluar darinya. Rasa penasaran dan ingin melakukannya kembali adalah beberapa faktor dampak lingkaran setan ini. Dampaknya, orang tersebut akan semakin terjerat dalam keserakahan dan merasa semakin terlena dalam kegelapan.

Dalam satu kotak labubu dengan kisaran harga Rp. 300.000, dan untuk mendapatkan seluruh warna secara pasti, perlu membeli semua kotak dengan kisaran harga Rp. 3.000.000, harga ini tentunya tidak murah. Namun, masih banyak orang yang terus membeli boneka labubu walaupun harganya yang mahal tetapi tidak tentu kita akan mendapatkan yang kita inginkan. Sikap konsumtif ini mulai dinormalisasikan dikalangan remaja hingga seluruh warga Indonesia. Rasa ketidakpuasan yang muncul karena rasa penasaran dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan boneka labubu kini sudah dibiasakan oleh banyak kalangan di Indonesia. 

Boneka labubu merupakan tokoh fiktif yang ternyata terinspirasi oleh salah satu makhluk mitologi asal China bernama, Taotie. Taotie merupakan tokoh cerita mitos yang digambarkan sebagai tokoh besar menyeramkan, dengan gigi panjang menonjol dari mulut, mata besar, dan perut yang besar. Gambaran ini juga ditemukan di boneka labubu. Taotie adalah tokoh yang serakah. Dengan mulut besarnya, Taotie dikenal dengan tokoh yang selalu kelaparan dan memakan semua yang ada di hadapannya. Kini sudah tidak asing bahwa sifat dan gambaran tokoh Taotie sekilas mirip dengan boneka labubu. 

Perilaku konsumtif yang semakin berkembang di Indonesia meningkat karena hadirnya boneka labubu. Lebih banyak variasi muncul dan bentuk boneka lain dari seniman yang sama. Bahkan nyatanya, varian baru yang muncul juga berdasarkan makhluk mitologi lain dengan sifat buruk yang kini sudah tidak asing di masyarakat Indonesia dan dapat menggeser nilai-nilai budaya yang positif. Selain itu, nilai estetika dan eksklusivitas yang melekat pada boneka-boneka ini juga menjadi daya tarik tersendiri, menciptakan identitas sosial bagi para kolektor. Sikap konsumtif ini semakin diperparah oleh kehadiran media sosial yang terus-menerus menampilkan gaya hidup hedonis dan memamerkan koleksi boneka labubu. 

Maraknya boneka Labubu dan turunannya yang mengadopsi makhluk mitologi menyeramkan telah menciptakan sebuah tren berbahaya. Masyarakat seakan-akan diajak untuk menormalisasi sikap gharar, di mana ketidakjelasan dan ketidakpastian tentang asal-usul serta makna di balik boneka-boneka tersebut justru menjadi daya tarik tersendiri. Fenomena ini mengkhawatirkan, mengingat gharar dapat memicu perilaku konsumtif yang tidak sehat dan mengikis nilai-nilai moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline