[caption id="" align="alignleft" width="269" caption="Nation State"][/caption] Agoes Soeriadi menuliskan dalam Kompasiana bertajuk (Video) Daulah Islamiyah : Kebahagiaan Warga dan Anak-anak Saya hanya seorang "warga Indonesia pemeluk agama Islam yang awam", tidak mengerti ilmu Tata Negara, Tidak mengerti konsep kenegaraan. Untuk sekedar memenuhi dahaga keingintahuan, saya membaca Siyasah al-Sulthoniyah, (saya lupa penulisnya), Siyasah al-Shar'iyah ( Tulisan Ibn Taymiyah ), History of Arabs, ( Tulisan al-Kalatsani) dan beberapa buku sejenis. Saya membaca buku-buku karangan Sejarawan Barat seperti Montgomery, Toynbee, tapi saya menafikan penulis barat karena beranggapan bisa saja mereka tidak memihak "Islam". Saya berburu dan sempat membaca "Memoar Kahar Mudzakar, dan membaca buku Pemikiran Daud Beureuh.
Saya hanya bisa membaca karakter arab, tapi jauh dari mengerti Bahasa Arab, kecuali kata "Fulussa", oleh karenanya hanya bisa membaca buku-buku karya penulis "arab" dari secondary source yang berbahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, karena tidak ada kitab mereka yang ditulis dalam Bahasa Pekalongan ( Bahasa Ibu Saya) . Lamunan tentang "Kejayaan Islam" memenuhi masa muda saya, sehingga bersama waktu menggabungkan diri dengan beberapa sekte Islam yang kemudian dikenal sebagai "Islam Jamaah", "Majlis RasuluLlah S.A.W", juga mengakrabi LDII, bergabung dengan " Partai Keadilan " kemudian hari bermetamorfosa menjadi PKS . Saya berperan serta dalam mendirikan BMT (Baithul Mal Tanwil) - dan akhirnya bangkrut -. Tidak menemukan " kepuasan " bathin maupun intelektual, akhirnya memutuskan berhenti berburu, melakukan kegiatan bisnis seperti jutaan warga muslim Indonesia lainnya. Saya mengorbankan " cinta ", karena gadis yang saya cintai beretnik Turunan Tionghoa dan Memeluk Agama Katholik Roma dengan sangat taatnya. Saya tidak ingin menulis panjang di kolom Kompasiana ini, hanya ingin merefleksikan oponi pribadi, dengan maraknya gerakan ISIS, di Indonesia yang tak pernah lelah menyuarakan konsep "Islamic State" adalah HT ( ini bukan singkatan Handy Talky) . Hal paling sederhana dan musti dipecahkan adalah KONSEP STATE, dalam cita-cita Islamic State atau Daulah Islamiyah. Mari kita tengok sekilas sejarah, Khulafaur Rasyidin memerintah dari 661 - 750 M ( 89 Tahun ), Wafatnya Ali ibn Abu Thalib, menimbulkan kekisruhan pada "Daulah Islamiyah" pada masa Itu, Hasan Bin Ali tidak seharusnya menjadi Khalifah/Kaisar/Raja, karena dalam konsep mereka tidak dikenal Pewarisan Tahta pada Keturunan, melainkan Pemimpin Tertinggi dipilih oleh "Dewan Kepala Suku", ini yang menjadi alasan Mu'awiyah bin Abu Sufyan membalat Hasan bin Ali, Hasan memutuskan menyerahkan " Tahta " pada Mu'awiyah " demi kesatuan dan persatuan Umat Islam, yang saat itu dilanda berbagai fitnah, pemberontakan "Khawarij", mbalelonya "Syiah" dan berbagai probelamtik kenegaraan. Yazid bin Muawiyah, mengubah " Tata Cara Pengangkatan Pemimpin Tertinggi ( Khalifah ), dari Demokrasi Suku, ke Keturunan", tidak bisa dipungkiri, satu-satunya " Rujukan " tentang Negara Kuat, pada masa Itu adalah Imperium Romawi, Damaskus sebagai Ibukota Kekhalifahan Islam masa itu adalah bagian dari kekuasaan Romawi. Yazid ibn Muawiyah ( IMHO ) terpengaruh oleh Pemikiran tersebut. Model suksesi " Keturunan " bertahan dalam " Imperium Islam " sejak 683 s/d 1924 ( saat Kekaisaran Turki Islami runtuh ). Pada masa Kekhalifahan Islam Damaskus ( demikian saja kita sebut ), mata uang yang dipergunakan adalah " Mata Uang Romawi ", konsep moneter juga konsep Romawi. Serdadu Kerajaan Islam dibangun berdasar Konsep Militer Romawi, berubah dari Milisi ke Militer. Tentara Islam pada masa Khulafaur Rasyidin, masih bersifat " Milisi ", siapa saja boleh jadi Tentara. Sejak masa Yazid, Militer dibangun berdasarkan jenjang kepangkatan, adanya Testing masuk menjadi anggota militer dan mereka "BERGAJI", menjadi Tentara pada masa itu bukan semata " Jihad " ( perang membela agama ), tapi sebagai " job " atau " pekerjaan ". Imperium Islam berkembang dan menjadi " negeri adi daya " menggantikan Imperium Romawi, setelah Muawiyah, Abbasiyah, kemudian Turki, Cordoba dan dinasti Fatimiyah di Afrika Barat. Namun konsep kenegaraan mereka persis sama dengan Romawi, Persia Kuno, Yunani, Kerajaan Moghul ( India ) dan Mongolia Jenghis Khan. Dalam Hal penguasaan wilayah, tidak ada yang bisa menandingi rekor Jenghis Khan sampai dengan tahun 2014 M ini, Mongol menguasai 4/5 dunia, hanya dengan anak panah dan kuda. Siapa tahu bila Capres 2014 Nomor 1 bersedia fokus pada membangun angkatan perang berkuda saja, akan lahir Jenghis Khan van Indonesia, yang pasti namanya Bukan Jenghis Khan atau Joko Widodo. Nah Lho, Ibn Taymiyah, tidak memberikan " clue " soal Konsep Negara Daulah Islamiyah, apakah berbentuk kerajaan, Republik, Monarki Parlementer. Organisasi Islam kebanyakan mempunyai yang disebut " Dewan Syuro " ini adalah Dewan Penguasa Tertinggi dan uniknya, Negeri Komunis juga memiliki konsep yang sama persis disebut " Polit Biro ". Problem lain, bagaimana Pemimpin Tertinggi dipilih ( ??????? ), menggunakan Pemilihan Umum, Referendum atau Membiarkan sebagaimana Monarki, model pewarisan Keturunan. Ini saya tidak menemukan Jawaban dari mereka yang menggaungkan " Khilafah " dan " Daulah Islamiyah ". Sangat sering ustadz-ustadz dalam shalat Jum'at yang saya hadiri, membenturkan " Islam " dan " Pancasila ", dengan garang mereka meneriakkan " Pancasila " adalah, konsep Toghut, hasil pemikiran manusia, berbeda dengan Din' al Islam yang datang dari Allah. Saya membaca lagi, siapa sih " Perumus Pancasila " ? Ir Soekarno, sudahlah Bapak Bangsa kita ini memang sering diragukan Keislamannya, Moh Hatta, well meragukan Keislaman Moh Hatta sungguh berbahaya, Mr Soepomo, yang ini boleh diragukan Keislamannya. K.H Agus Salim, saya pikir tidak ada ulama saat ini ( apalagi cuma khatib Jum'at yang sering saya hadiri, yang mau menerima amplop berisi uang setelah jadi khatib ), yang menyamai keilmuan K.H Agus Salim, sosok lelaki Indonesia yang menggetarkan sidang Umum PBB dengan Sarung dan Rokok Klobot. K.H Abdul Wachid Hasyim ( Pahlawan Nasional ), Putra K.H Hasyim Ashyari, apa iya ada ulama menandingi beliau dalam Ilmu Agama Islam, apakah beliau begitu bodohnya membuat " Hukum Toghut " dan tidak ingin masuk Surga, apa bener Ulama sekelas K.H Abdul Wachid Hasyim tidak mengerti ajaran Islam. Perumus lain adalah Mr Muhamad Yamin. Apa beliau juga harus diragukan keshalihannya ? Keislamannya. UUD 1945, ini pun sering dibenturkan sebagai Karya Toghut : men-Toghutkan UUD 45, sama dengan kita menantang Pemikiran : H. Agus Salim, K.H Wahid Hasyim, K.H Kahar Muzakir, Mr Muh Yamin dkk . Saya tidak melihat Ulama sekaliber mereka hari ini. Saat ini masih hidup Habib Rizziq, AA Gym ( hehehe ulama yang gak tahan liat kemolekan tubuh perempuan ), Rhoma Irama, yang ini jelas bukan ulama melainkan Satria Bergitar. Quraish Shihab, well beliau cukup besar, namun belum sebesar K.H Agus Salim. Alih-alih kita berpikir mendirikan " Negara Baru " mending mengisi dan membangun negara Republik Indonesia yang pondasinya di-konstruksi oleh para Ulama Besar negeri Ini. Kita mengenal dan tidak meragukan " Niat Baik " K.H Wahid Hasyim, K.H Agus Salim terhadap negeri ini, mereka berpakaian ala Indonesia, bukan penyeru ISIS yang pake nama al-Indonesia tapi berjubah bangsawan Persia. AFAIK, angkatan Milisi Jaman RosuluLlah S.A.W dan Khulafaur Rasyidin menggunakan bendera Warna Hitam, saat ini yang menggunakan bendera Hitam adalah kaum Bajak Laut. Saya sering tertawa sendiri, " kurang ajar nih bajak laut ". Tapi apalah arti sebuah bendera, kita bersepakat untuk menggunakan Merah Putih sebagai " simbol " kebangsaan ( Negara Monaco Juga menggunakan warna yang sama ), ini bukan persoalan. Merah Putih dan Ka'bah sama - sama benda, Haram Hukumnya bagi seorang Muslim memuliakan selain Allah SWT, bila umat mulsim menjalankan Ibadah Umroh, berebut untuk bisa sujud didepan Ka'bah, orang Islam akan " meradang " bila ada yang berani bilang " menyembah ka'bah " Menurut kawan saya yang memahami al-Qur'an, perintah untuk " berpikir " lebih banyak dibanding perintah untuk " shallat " dalam al-Qur'an, saya bukan ahli al-Qur'an, artinya Umat Islam harus banyak menggunakan akal sehatnya, meskipun tidak harus menggunakan minyak goreng merk tertentu. Jangan sampai umat Islam terprovokasi pada sesuatu yang belum jelas. Bukankah ajaran Islam menyarankan menjauhi " syu'bhat " ( Perkara yang belum jelas ). Membayangkan saja sangat sulit, bila dunia ini hanya ada satu Pemerintahan, ibu kotanya mau diletakkan dimana ? Suriah, Iraq ? Tidak ada negeri lebih Indah dari Republik Indonesia, sumber daya air, hawa sejuk, padang rumput meiimpah. Lalu siapa yang akan memimpin Umat Islam yang konon saat ini jumlahnya 2.200.000.000 dan tersebar di berbagai belahan dunia. Para Kaisar / Raja / Khalifah dalam banyak catatan sejarah, kemudian menjadi " Diktator ", Republik Indonesia saja pernah punya diktator. Apa yang akan terjadi bila seorang manusia diberikan " Legitimasi " sebagai pemegang kekuasaan " Mewakili Tuhan " dan memimpin Umat Islam sejagad. Kita butuh manusia sekaliber Muhammad S.A.W, akankah dilahirkan ( lagi ) manusia sekaliber Junjungan kita Muhammad S.A.W .... ? Allahu'alam Bishowab ..... Disclaimer : Penulis bukan ahli agama, dan bukan ahli dibidang apapun. Menyukai teknologi, suka bermain - main dengan smart phone berplatform Android
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H