Lihat ke Halaman Asli

Wyndra

Laki-laki

Classic Car Show 2010: Disusupi Produk Terkini, Commitee Tak Bernyali?

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1293395431554012858

Perlu waktu setahun untuk bisa menikmati puncak kebersamaan diantara komunitas para pemilik mobil lawas. Mereka disatukan dalam momentum perhelatan yang penuh sentimentil dan romantika bernama Otoblitz International Classic Car Show 2010 atau OICC 2010, tanggal 23 hingga 26 Desember 2010, di Kartika Expo Center, Balai Kartini-Jakarta. Inilah salah satu "habitat" para penggila kendaraan klasik alias retro car.  Digagas oleh PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia) dan WAW Production, gelaran ini mengangkat tema "Share The Classic Spririt", berbeda saat penyelenggaraan tahun 2007 : "Toys For Big Boyz", tahun 2008 : "Classics For The Next Green Young Generation", dan tahun 2009 : "Unveiling The Classics Spirit".

Buat kompasianer yang tinggal di Jakarta dan pemerhati mobil klasik mestinya masih ingat ketika tahun 2008 lalu muncul "rivalitas" penyelenggaraannya, yaitu PPMKI yang menggelar International Classic and Sport Car Show (ICSCS) 2008 di Balai Kartini, dan Indonesian Classic Car Owner's Club (ICCOC) yang menggelar Adira Indonesia Classic Car Show (AICCS) di Jakarta Convention Center (disini) dan (disini). Saat itu saya lebih memilih menyambangi acara PPMKI ketimbang AICCS yang dipromotori sang Direktur Utama Asuransi Adira, Stanley S. Atmadja. Dengan lobinya, ICCOC ini juga sempat memamerkan koleksi anggotanya di lantai mal Grand Indonesia.

Seperti tahun lalu, ruang pameran terbagi dua. Lantai atas sebagian besar diisi pajangan mobil buatan Eropa-Amerika, dengan beragam jargon pembenaran kebesarannya, seperti British Sports Car, Euro Classic All Stars, American Classic All Stars, 115th Years Mercedes Benz in Indonesia, Road to 100 Years of Chevrolet, Italian Exotic Cars, Old Pickup Never Dies, dan sebagainya. Tidak gratis untuk bisa menikmati koleksi-koleksi tersebut, pengunjung perlu merogoh kocek Rp 50 ribu. Itu sudah termasuk kenyamanan ruangan berpendingin, plus majalah Motor Trend. Di ruang ini jangan berharap bisa menyaksikan keunikan dan keunggulan koleksi produk negara Samurai sebanyak Eropa-Amerika.  Tidak ada penjelasan resmi dari panitia terhadap kuota yang disproporsional tersebut. Sekalipun terlalu spekulatif untuk mengatakan diskriminatif, toh kesan panitia memandang produk Jepang sebagai kasta kelas dua sangat terasa. Diantara produk tersebut dapat dilihat dibawah ini.

1293388518973418803

129338822365098859

12933883081399653375

Sementara di lantai bawah diisi dengan kehadiran klub-klub otomotif lengkap dengan koleksi mobil terapik mereka, kliping iklan, berita prestasi di arena rally internasional plus video. Disitu ada BMW, Mercedes Benz, Peugeot, Fiat+Alfa Romeo, Toyota Corolla, Mitsubishi Lancer, dan mobil milik perorangan alias privateer. Disamping itu, ada pula warung mainan seperti Tomica & Matchbox, velg, asesori standar, buku manual berbagai merek dan jenis mobil klasik, terutama Jepang dan Eropa. Tidak ada pungutan untuk menikmati lantai bawah ini. Di lantai ini kita juga bisa berdiskusi dengan pengurus klub dan pemilik mobil. Malah saya sempat berbincang panjang & lebar dengan dua laki-laki, sebut saja pengurus, antara lain pak Yus dari Auto Retro Community, terutama menyangkut "nasib" mobil klasik dengan kebijakan pemerintah terhadap semua mobil plat hitam untuk mengonsumsi Pertamax. Diantara koleksi lantai bawah dapat dilihat disini.

1293391845870812344

12933919491101737770

12933920051155306150

12933920871537073615

1293392159590155034

12933919571989827780

Sebagaian besar kalangan memandang kendaraan lawas identik dengan masalah. Ya ketersediaan suku cadang termasuk harga, reliabilitas, kenyamanan, dan sebagainya. Penilaian itu tidak sepenuhnya salah. Namun apabila kita mengukurnya secara proporsional, misalnya performa kecepatan dan frekwensi utilisasi yang wajar ditengah kepadatan yang normal seperti pada masanya, pastilah kita dapat mengantisipasi dan mereduksi masalah tadi. Memiliki kendaraan lawas juga memerlukan kepekaan yang mumpuni. Ya terhadap kinerja mesin, daya tahan bodi, transmisi dan suspensi. Oleh karenanya, perawatan terhadap detail menjadi sangat vital. Dilihat dari kacamata populer, kalangan ini memiliki keunikan tersendiri. Seorang teman berujar, mengendarai Nissan Terrano ber-AC miliknya adalah hal biasa, sementara mengemudi Land Rover tua adalah hal yang luar biasa. Marty Natalegawa mengaku lebih suka mobil lama dan sering mogok-mogok (disini). Wakil Presiden "Republik Mimpi", Kelik Pelipur Lara, dikabarkan kerap mengendarai Mercedes Benz tua miliknya semasa pacaran dengan istrinya sekarang sekalipun mobilnya itu "batuk-batuk".

Lepas dari cerita diatas, ditahun mendatang mestinya panitia lebih berkomitmen, konsisten dan "bernyali" untuk menggelar pameran bertema klasik. Gelegar dan riuh-rendah kendaraan klasik jangan "disusupi" dengan "virus" kendaraan masa kini seperti foto dibawah ini. Toh ada gelaran unjug gigi tersendiri memamerkan ketangguhan dan kecanggihan teknologi produk terkini, misalnya pada IIMS yang disponsori Gaikindo. Cukuplah disana "habitat" kalian, jangan berekspansi kesana-kemari tebar pesona.

12933955141637156492

12933958911469329154

12933956121981913578

1293395967711092896

Catatan: karya foto diatas adalah milik pribadi, diambil dengan kamera Canon PowerShot A560.

Menyadur, mengutip, menyalin, termasuk copy-paste, materi dan/atau kalimat dalam tulisan ini tanpa menyebut/merujuk sumber/pemiliknya adalah pelanggaran etika, dan pidana hak cipta (copy rights)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline