Saat kata ngebut benjut tak lagi dipedulikan. Ketika "polisi tidur" serasa hiburan off road.Kala tepo sliro, tenggang rasa hilang dari nurani dan sopan santun tinggal slogan...
Maka warga masyarakat bergerak dengan caranya sendiri. Dari peringatan yang paling penuh sopan santun, standar, penuh humor nylekit,sampai yang terkesan radikal. Apa boleh buat, ada sebab ada akibat. Anda boleh suka, boleh benci. Setuju atau tidak setuju.
Foto-foto ini saya ambil di dukuh Gejayan, desa Condongcatur, kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah padat penduduk, baik lokal maupun pendatang. Banyak rumah kontrakan dan kos-kosan. Maklum, area ini tak jauh dari kampus-kampus besar baik negeri atau swasta.
Daerah ini juga menjadi jalur penghubung daerah Jogja utara dengan pusat kota. Lalu lintasnya jadi padat setiap hari. Beberapa jalan kampungnya menjadi "jalur tikus" saat lalu lintas padat pada jam sibuk pagi dan sore hari.
Sialnya banyak pengendara, terutama sepeda motor yang tidak tahu aturan, seolah melewati jalan milik nenek moyang mereka. Ngebut dijalan kampung yang padat, dimana banyak anak bermain atau warga yang beraktivitas. Tentu sangat membahayakan.
Apa boleh buat, tak cukup dengan himbauan yang halus, peringatan keras dan tegas harus dikeluarkan. Semua demi kenyamanan warga dan pengendara sendiri. Kota Jogja yang mulai padat harus disikapi dengan bijak. Jika tak ingin terlambat sekolah atau bekerja, berangkatlah lebih pagi, agar tak terburu-buru ngebut dijalanan, apalagi jalan kampung.