Lihat ke Halaman Asli

Teguh Suprayogi

TERVERIFIKASI

Terapis

Tetanggaku yang Katolik Sudah Paham 'Lakum Dinukum Waliyadin'

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rumah saya di Jogja bertetangga dengan penganut Katolik. Dikanan rumah ada
sepasang suami istri dengan dua anak, kiri rumah ada janda pensiunan PNS
tinggal dengan seorang anak lelakinya. Mereka termasuk rajin beribadah ke gereja
setiap minggunya. Menjelang perayaan natal biasanya akan semakin terlihat sibuk.

Natal jelas bukan perayaan kaum Muslim, sebagai seorang Muslim saya tidak
berkepentingan pada perayaan ini. Mereka, para tetangga ini sangat mahfum
dengan pandangan saya. Prinsip lakum dinukum waliyadin sudah
mereka pahami. Untukmu agamamu, untukku agamaku

Tidak ada alasan untuk tidak enak hati walau mereka tetangga, teman ronda
atau mereka telah mengucapkan selamat Idul Fitri saat saya berhari raya.
Tidak takut dicap tidak toleransi, karena bagi saya toleransi adalah membiarkan
mereka melakukan apa yang mereka yakini tanpa kita ganggu.

Itulah toleransi yang saya pahami, bukan ikut-ikutan kebablasan dalam perayaan
mereka, yang bisa terjebak ke dalam kekufuran. Tidak sampai mengorbankan
aqidah sebagai seorang Muslim. Saya yakin tidak akan mengurangi kebahagiaan
mereka dalam Natal tanpa ucapan selamat dari Muslim, misalnya.

Sekali lagi, cukuplah ayat ke-6 dalam surat al Kafiiruun ini menjadi pegangan
kaum Muslim. Dengan prinsip ini, insyaallah akan tercipta kedamaian bagi sesama
umat bergama ini, lakum dinukum waliyadin, untukmu agamamu, untukku agamaku.

Jogja, 14/12/2013




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline