[caption id="attachment_313509" align="aligncenter" width="300" caption="gas elpiji/koleksi dewe"][/caption] Bicara soal kenaikan harga gas elpiji yang melambung cukup tinggi di tanah air, saya jadi teringat saat di Saudi Arabia. Jika gas habis saya yang dapat jatah membeli gas elpiji di distributor gas yang berjarak kurang lebih 5 kilometer dari rumah. Tidak seperti di Indonesia dimana gas banyak dijual di tiap toko kelontong, di Saudi hanya dijual di distributor gas dan beberapa mini market. Gas elpiji seukuran dengan tabung 12 kilogram di Indonesia hanya seharga 15 riyal, atau 45 ribu rupiah (kurs 1 riyal=3000 rupiah). Ini harga 3 bulan yang lalu, saat saya masih disana, untuk saat ini nampaknya masih sama, belum ada kenaikan. Jika ditanah air tabung berwarna biru, tabung di Saudi biasanya berwarna oranye. Seperti halnya bahan bakar minyak (BBM) yang dijual murah, gas elpiji juga dijual relatif murah. Sebagai salah satu negara penghasil tambang minyak dan gas terbesar di dunia, wajar jika rakyatnya ikut menikmati harga gas elpiji yang sangat bersahabat ini. Tapi ironis bagi rakyat Indonesia, sebagai salah satu penghasil gas terbesar di dunia juga, nampaknya masyarakatnya harus selalu bersabar dengan tingkah laku pengelola negeri ini. Amanat undang-undang bahwa bumi dan segala isinya digunakan untuk kemakmuran rakyatnya hanya slogan kosong belaka. Mereka tidak becus mengelola kekayaan negeri ini, menjual gas murah ke negara lain, namun menjual mahal ke rakyatnya sendiri! Sampai kapan akan terus begini? Jogja, 04/01/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H