[caption id="attachment_336576" align="aligncenter" width="300" caption="cowek dan munthu/koleksi pribadi"][/caption]
Memang sedikit lebay, tapi apa boleh buat, demi memenuhi hasrat makan sambal, saya harus rela membawa cowek dan munthu atau cobek dan ulekannya. Itu yang saya lakukan saat kembali ke Saudi setelah tiga bulan cuti liburan. Harus ditimbang dulu biar tidak melebihi ketentuan bagasi di pesawat.
Makan tanpa sambal memang kurang terasa maknyuss, walau hanya penggemar sambal yang pedasnya sedang-sedang saja, bukan sambal yang super pedas seperti di Warung SS, Spesial Sambal atau seperti
pedasnya keripik Maicih yang pakai level segala.
Selain alasan tersebut, yang jelas tidak mudah mencari cobek dan ulekan di negara gurun pasir ini. Mungkin karena kebanyakan orang Saudi kurang suka makanan pedas, kalaupun ada yang suka, cukup pakai sambal kemasan dalam botol, tak perlu repot-repot mengulek cabai.
Untuk menghaluskan cabe atau bumbu-bumbu rerata memakai model tumbukan atau dibebek menggunakan antan dan lesung bulat ukuran mini yang terbuat dari kayu. Mungkin tidak terbiasa memakai alat ini, biasanya cabe atau bumbu kurang lembut, selain itu juga berisik, klotak-klotak...
Setelah 'mengimpor' langsung dari Jogja, sekarang tidak perlu repot lagi membuat sambal atau menghaluskan bumbu untuk memasak. Cobek dan ulekan yang konon terbuat asli dari batu andesit gunung Merapi siap menemani dalam urusan bikin sambal pedas huh hah...
Dammam, 17/05/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H