Lihat ke Halaman Asli

Jangan Perkosa Anakku

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam sewingit makam. Hitam. Alam kini telah Legam. Seorang ibu. Menghitung duit yang ia dapatkan sehari penuh. Gemirisik receh menghiasi ruangan kotak tanpa retak. Hanya mereka berdua di dalam.

Rumah kecil ini hanya ada satu. Di dalam hutan di antara pepohonan di dalam papan, dan berisi dua dipan.

Laki-laki yang dulu membuatnya ratu kini merantau tak pulang- pulang. "Ibu! Ayah kemana?" Anak itu kembali menanyakan pertanyaan yang sama sejak malam ia bangun setelah malam orang tuanya bertengkar.

"Ayahmu pergi?

"Kemana?"

"Mati"

"Bahkan aku tidak mengenal wajahnya. Dimana kuburannya"

"Sudah lama Hilang"

"Hilang!"

Ibunya tidak sudi mengingat asmaranya. Bukan jawaban benci. Ia sangat kepada sayang anaknya. Hanya saja ia berusaha menyimpan luka.

Suasana dingin. Mereka seperti berperang. Berang. Gelisah menenggelamkan mereka. Resah.
"Nak, ini sudah larut. Tidurlah. Tidak baik kau berlama-lama menonton. Angin sekarang ini tidak sehat"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline