Kejadiannya sih udah dari minggu kemaren,
Ceritanya, hari itu sekolah anak saya Yaqoob mengadakan kegiatan athletic festival, kebetulan Yaqoob adalah salah satu peserta long jump. Sudah menjadi kebiasaan, setiap tahun kegiatan athletic festival adalah yang ditunggu tunggu siswa dan orang tua karena disinilah setiap siswa yang tergabung dalam athletic club saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Ada siswa yang berkompetisi sendirian, ada juga siswa yang berkompetisi berkelompok. Yang unik untuk bagian kompetisi berkelompok, siswa dikelompokkan berdasarkan undian yang dilakukan sebelum kompetisi, jadi mereka ada yang baru kenal saat itu juga, walau begitu, saat kejuaraan dimulai mereka mampu saling menyesuaikan diri dan membentuk tim kerja sama yang jempol.
Tapi bukan ini yang ingin saya bahas diartikel ini.
Saat selesai pertandingan, saya dan Yaqoob menunggu Ayah yang akan menjemput. Di depan kami terlihat seorang ibu yang berjalan tergesa gesa sambil menarik tangan anaknya yang juga terlihat kerepotan berjalan setengah berlari.
Si anak membawa piala, kemudian mereka berdiri tepat disamping saya, sama sama menunggu jemputan pulang,dan kemudian terdengarlah omelan yang jujur saya tak berniat mendengar--kalau boleh saya bilang begitu--tapi suara si Ibu yang keras membuat telinga saya mau tak mau menangkap omelannya. Si Ibu tadi bilang " kamu seharusnya jadi juara satu, bukan jadi juara tiga kayak gini, malu maluin ajah, useless, no more second chance for you! --kali ini dengan sedikit pukulan ringan di lengan anak.
.....you poor thing...saya mbatin, gak berani ngomong dan juga gak berani negur karena kawatir dituduh mencampuri, jadilah saya hanya bisa meringis saja dan menggelengkan kepala sembari melihat ke Ibu tadi,yang ditanggapi si Ibu dengan pelototan mata yang seakan bilang : "WHAT?"
Si anak terlihat menghapus airmatanya sembari sesekali berusaha menyela si Ibu yang dibalas dengan isyarat tangan " hushhhh!!!" , membuat saya dan juga beberapa orang yang berdiri dekat mereka semakin memperhatikan mereka. Kasihan,melihat si anak yang terlihat sedih dan tak bisa melawan. Sungguh konfrontasi yang membuat hati yang mendengar mencelos, dan mungkin membuat anak trauma karena dimarahi di depan umum. Tak lama sesudahnya sebuah ford exlorer menghampiri dan mereka pun pergi.
Anak butuh motivasi bukan konfrontasi, orang tua harus tau bedanya.
Mendidik dan membesarkan anak memang sebuah proses sepanjang waktu, setidaknya ini berlaku buat saya. Sebagai seorang ibu saya mengalami sendiri bagaimana saya kadang mesti "jungkir balik" memberikan ceramah ala panjang kali lebar dibagi tinggi saat saya harus meminta anak mengerjakan tugas sekolah dengan benar, atau bermain tenis dan berenang dengan sempurna, pokoknya semua menyangkut anak harus begini dan harus begitu.
Tapi sah sah ajah kan memberi ceramah dan menjadi cerewet untuk memotivasi anak. Sebagai orang tua,kita ingin anak menjadi yang terbaik di semua bidang. Dan untuk semua itu Anak butuh motivasi bukan konfrontasi!
Motivasi --atau dorongan, inilah yang saya sadari harus saya berikan untuk anak saya, contohnya saat mereka melapor bahwa nilai ulangan mereka tidak sebagus yang mereka harapkan, walau jujur kecewa tapi sebisa mungkin saya menghindari kalimat "meyalahkan menjurus konfrontasi" dengan bilang bahwa harusnya nilai ulangan gak boleh segitu.