Perilaku Boros dan Konsumtif
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia tumbuh 4.93% pada 2022. Pertumbuhan itu naik 2,91% poin dibandingkan pada tahun 2021.
Beberapa pelajaran berharga dapat diperoleh selama kita menjalankan ibadah puasa Ramadhan, seperti kejujuran, kesabaran, kesederhanaan, dan kepekaan sosial. Namun sayang, tidak semua orang berhasil lulus dari sekolah spiritual di bulan Ramadhan. Bahkan terdapat sebagian dari kita menunjukkan perilaku bertentangan dengan nilai-nilai Ramadhan yaitu perilaku boros dan konsumtif.
Kita dapat melihat perilaku boros dari kebiasaan kita yang suka berbelanja berlebihan saat bulan Ramadhan. Perilaku konsumtif ini akan meningkat menjelang hari raya Idul Fitri. Mayoritas dari kita berpendapat bahwa hari raya Idul Fitri harus membeli pakaian dan barang baru. Sesungguhnya, ekistensi hari raya Idul Fitri adalah predikat atau gelar hamba yang bertaqwa kepada Allah sebagai hasil dari sekolah di bulan Ramadhan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan dari fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) mencapai Rp51,03 triliun pada Januari 2023.
Capaian itu tumbuh 63,47 persen year on year (yoy). Jika konsumsi masyarakat naik sedangkan pendapatan tetap, maka mungkin saja akan terjadi peningkatan hutang pada bulan puasa, terutama jika ada kebutuhan tambahan dalam menghadapi bulan puasa seperti membeli makanan khusus berbuka puasa atau keperluan lainnya.
Selain itu, peningkatan penggunaan layanan pinjaman online (pinjol) juga bisa terjadi karena beberapa alasan seperti adanya kebutuhan mendesak atau kebutuhan tambahan untuk membeli keperluan. Namun, sebaiknya kita tetap berhati-hati dalam mengambil pinjaman, karena jika tidak dikelola dengan baik, hutang yang meningkat tersebut dapat menimbulkan masalah keuangan di masa yang akan datang.
Sebaiknya, kita harus pastikan bahwa hutang yang diambil adalah dalam batas kemampuan untuk dilunasi dan jangan terjebak dalam perangkap utang yang berkepanjangan.
Literasi keuangan rendah
Literasi keuangan di Indonesia masih rendah, meskipun ada peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019, hanya sekitar 38,03% masyarakat Indonesia yang memiliki literasi keuangan yang baik.