Lihat ke Halaman Asli

Kisah Chairil Anwar dan Dien Tamaela

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah cerita dibalik karaya puisi pujangga terkenal ini menyimpan misteri

CERITA UNTUK DIEN TAMAELA

Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma Satu Beta Pattiradjawane Kikisan laut Berdarah laut Beta Pattiradjawane Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba Mari menari ! Mari beria Mari berlupa ! Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku Beta kirim datu-datu Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau Beta Pattiradjawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu 1946 Chairil Anwar

Puisi ini sangat hebat sekali sempatditerjemahkan dalam beberapa bahasa seperti bahasa Belanda,Jerman,Perancis dan spanyol. Awal nya saya mengira puisi “CERITA UNTUK DIEN TAMAELA:” merupakan puisi perjuangan yang ditulis oleh pujangga terkenal itu. Tetapi ternyata salah besar setelah mengetahui cerita yang sebenarnya dari seorang senior saya bung Rudi Fofid yang beberapa waktu lalu sempat menjumpai Dien Tamela walaupun sudah terkubur disalah satu TPU di Jakarta.

Dien Tamaela lahir dikota Palembang pada tgl 27 desember 1923 dari pasangan dr Lodwijk Tamaela dan Mien Jacomina Pattirajawane. Dien Tamaela juga mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Lebrin Agustine Tamaela (Dee) yang sampai saat ini masih tinggal disebuah apertemen eksklusif di daerah menteng dalam usia kurang lebih 83 tahun (bung Rudi Fofid berpose berasama adik kandung Dien Tamaela)

Entah dimana persisnya Dien Tamela dan Chairil anwar bertemu yang pasti selama massa itu nona Ambon ini sering berpergian ke Jogyakarta bersama Pujangga itu. kedekatan kedua sahabat itu diperkuat pernyataan Bapak Des ALwi yang sempat beberapa kali berjalan bersama Dien dan Nini (sapaan bpk Des Alwi untuk sang pujangga)

Gaya yang tidak begitu rapih, rambut yang gondrong, mata yang merah dan badan yang kurus tidak begitu mendapat simpati hal ini pasti sering dirasakan sang pujangga saat bertamu kekeluraga Dien baik dijakarta maupun dijogya. Luapan emosi kemarahan meluap diujung mata pena hingga terukirlah puisi “ CERITA UNTUK DIEN TAMAELA” puisi yang begitu dasyat menggambarkan alam tanah Maluku walaupun sebenarnya sang pujangga tidak pernah menginjakan kakinya di tanah Maluku dengan intuisi dan kekuatan cinta sebuah karya abadi telah tercipta

By Dino Renaldo Pattinama




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline