Sudah hampir tiga pekan sejak diungkapkan oleh Guntur Romli, Juru Bicara PDI Perjuangan, kotak pandora itu belum juga dibuka. Kotak Pandora yang dimaksud tidak lain adalah kumpulan video yang dimiliki dan diklaim Hasto memuat rekaman skandal para pejabat di era pemerintahan Jokowi dan pemerintahan sekarang.
Seperti diungkapkan Guntur, salah satu video tersebut berkaitan dengan upaya kriminalisasi terhadap mantan calon presiden Anies Baswedan melalui kasus korupsi. "Iya, itu benar adanya. Saya sudah menonton beberapa, beserta bukti-bukti yang valid, kuat, dan sah," ("Guntur Romli Guntur Romli Ungkap Hasto Punya Bukti Video Skandal Elite Politik di Indonesia," Kompas.com, 27 Desember 2024).
Pada bagian lain, Guntur lebih memperjelas, "Ada video khusus soal kriminalisasi Anies Baswedan beserta bukti-buktinya. Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa," ("Guntur Romli PDIP Bocorkan Video Berdaya Ledak Besar yang Disiapkan Hasto," Detik.com, 28 Desember 2024).
Selain soal kriminalisasi terhadap Anies, video itu juga berisi bukti rekaman tentang isu Jokowi yang menginginkan tiga periode masa jabatan Presiden. "Jadi Jokowi memang menginginkan tiga periode atau perpanjangan jabatan seperti yang disampaikan oleh tokoh-tokoh terdekat Jokowi, dan nanti bukti-buktinya ada di video yang akan dirilis Saudara Sekjen," ungkap Guntur kepada media seperti dikutip Detik.com, 28 Desember 2024.
Terkait isu kriminalisasi Anies, Islah Bahrawi, orang yang pernah diceritakan langsung oleh Hasto tentang hal ini, membenarkan cerita mengenai upaya Jokowi ingin mengkriminalisasi Anies. Menurutnya, Hasto beberapa kali dipanggil oleh Jokowi untuk membicarakan upaya pentersangkaan Anies di kasus Formula E. Dalam siasat itu Hasto disebut menjadi penghubung antara Jokowi dengan beberapa pihak, bahkan Hasto menjadi salah satu eksekutor dari permintaan Jokowi itu ("Tatkala Hasto Menggertak," Inilah.com, 7 Januari 2025).
Masih dalam ulasan Insider Inilah.com, Islah juga menyebut, video bukti lainnya yang dimiliki Hasto berkaitan dengan dugaan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya periode 2021-2022. Hasto disebut mengetahui secara rinci kasus yang sempat menyeret Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu. Kepada Hasto, Airlangga mengaku dirinya menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan Jokowi, bahkan kasus tersebut dijadikan sebagai sandera politiknya agar kemudian mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Golkar dan digantikan oleh Bahlil Lahadalia atas restu Jokowi. Kasus Airlangga sengaja diungkit agar dia tidak bisa berkutik ketika dia akan ditersangkakan apabila tidak mundur dari Ketum Golkar. Airlangga juga mengaku kecewa kepada Jokowi atas semua permainannya itu.
Video-video itu dititipkan Hasto kepada Connie Rahakundini, pengamat militer, dan kini ada di tangan guru besar Universitas Saint Petersburg, Rusia itu. Kemungkinan besar penitipan ini sudah agak lama, setidaknya jauh sebelum Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Tapi hingga hari ini, kotak pandora berisi skandal berkaliber skandal Watergate (meminjam istilah Guntur) itu belum juga dibuka.
"Hasto Kosong Nyaring Bunyinya ?"
Sudah hampir tiga pekan sejak diungkapkan, dan Hasto sudah diperiksa KPK sebagai tersangka (13 Januari 2025), tapi kotak pandora itu belum juga dibuka. Publik kemudian "bersangka baik" pada Hasto: video-video itu mungkin akan dibuka jika dirinya ditahan.
Harus diakui, publik memang berharap Hasto tak hanya melakukan gertak sambal. Jika jujur dan benar klaimnya atas bukti-bukti skandal para pejabat dan banalitas kekuasaan dalam video itu, ia harus berani membukanya, apapun resiko yang bakal dihadapinya. Jangan sampai menjadi (meminjam satir Insider Inilah.com): "Hasto Kosong Nyaring Bunyinya."
Usai diperiksa lebih dari tiga jam oleh penyidik KPK, Hasto memang tidak langsung ditahan. Alasannya seperti dikemukakan Tessa Mahardika (Jubir KPK), penyidik masih memerlukan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang belum hadir (Kompas.com, 13 Januari 2025).