Wacana mengembalikan, bukan hanya Pilgub tetapi juga Pilbup dan Pilwali (artinya semua Pilkada) ke DPRD ini sebetulnya merupakan isu lama. Sepuluh tahun silam, tepatnya menjelang akhir pemerintahan SBY, wacana mengubah kembali Pilkada dari popular vote kembali menjadi elit vote ini bahkan sudah sempat dituangkan dalam Undang-Undang. Muasal wacana (atau lebih tepatnya hasrat) ini lahir dari parlemen.
Oleh sebab desakan publik yang kencang, Presiden SBY kemudian meng-cut off hasrat mengembalikan Pilgub ke DPRD itu dengan menerbitkan dua Perppu.
Pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mencabut UU Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.
Dari Perppu inilah kemudian muasal UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan (PIlkada) lahir setelah mengalami beberapa kali perubahan, dan hingga kini masih digunakan.
Kedua, Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah.
Dalam keterangannya saat mengumumkan kedua Perppu tersebut sebagaimana tersimpan jejak digitalnya di laman setkab.go.id (Tolak Pilkada Lewat DPRD, Presiden SBY Terbitkan 2 Perppu, 2 Oktober 2014), Presiden SBY menyatakan dengan lugas dukungannya terhadap Pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan mendasar. SBY sependapat dengan pandangan bahwa pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi.
Oleh sebab itu, ia dapat mengerti dan memaklumi kekecewaan, bahkan kemarahan, sebagian besar rakyat Indonesia, yang merasa hak dasarnya untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin di daerahnya masing-masing dicabut dengan pilkada tidak langsung melalui DPRD.
Kekecewaan demikian menurut saya adalah wajar, saya sendiripun juga merasakan kekecewaan yang sama. Demikian pernyataan SBY kala itu. Saat itu penolakan publik memang sangat kencang.
Jadi, wacana mengembalikan Pilkada atau secara lebih spesifik Pilgub ke DPRD adalah hasrat lama yang kini bersemi kembali. Bedanya, sepuluh tahun silam hasrat itu muncul dari parlemen, sementara Presiden SBY sendiri kemudian menolaknya. Kini wacana itu dikemukakan langsung oleh Presiden Prabowo, dan sebagian anggota parlemen sudah menyatakan dukungannya.
Terkait alasan (sepuluh tahun silam dan saat ini) mengapa Pilkada, khususnya Pilgub belakangan ini dianggap harus dikembalikan kepada DPRD kurang lebih juga sama. Yakni biaya yang sangat mahal dan praktik politik uang yang sangat parah, sukar dikendalikan dan akhirnya membuat Pilkada belepotan dengan kotoran pelanggaran dan kecurangan.