Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Airin dan Split-Ticket Voting di Pilgub Banten

Diperbarui: 26 November 2024   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mural mantan wali kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, tergambar di jembatan layang di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (10/5/2024). (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Potensi split-ticket voting dalam Pilgub 2024 di banyak daerah nampaknya cukup terbuka. Terutama provinsi-provinsi yang memperhadapkan dua kubu kekuatan politik, yakni kandidat yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) seperti Sumut, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Tengah berhadapan dengan pasangan kandidat yang diusung oleh PDIP atau PDIP Plus.

Split-ticket voting adalah fenomena di mana para pemilih membelah atau membagi suara yang berbeda antara pilihan partai politik dengan pilihan kandidat yang diusung partai politik. Fenomena ini biasanya terjadi dalam Pemilu di mana beberapa jabatan politik yang berbeda dipilih dalam satu momen pemilihan seperti Pemilu serentak 2024 lalu.

Dalam konteks Pileg dan Pilpres 2024 kemarin fenomena ini terjadi ketika (sebut saja misalnya kader-kader PDIP) memberikan suaranya kepada para caleg PDIP dalam Pemilu Legislatif. Namun pada saat Pilpres mereka memilih pasangan kandidat yang tidak diusung PDIP. Fenomena "membelah suara" ini bisa terjadi pada semua partai politik dan pasangan kandidat yang diusungnya.

Dalam konteks Pilkada fenomena (serupa) split-ticket voting terjadi ketika para pemilih dari basis massa suatu partai tertentu tidak memberikan pilihan pada calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung dan/atau didukung oleh partai atau gabungan partai politik. Jadi, suara akar rumput suatu partai berbeda dengan suara elit partai tersebut.

www.antaranews.com

Secara teoritik ada lima model penjelas perilaku pemilih yang telah memicu lahirnya fenomena split ticket voting ini (Ichlasul Amal, dkk, 2016). Pertama, teori keseimbangan. Kedua, teori konflik harapan. 

Ketiga, teori kepemilikan isu. Keempat, teori check and balance. Kelima teori pemasaran politik. Semua teori di atas melihat pemecahan suara (split) adalah bagian dari strategi pemilih dengan tujuan tertentu.

Meski tak bermaksud mengulasnya lebih luas, dalam konteks Pilgub Banten, secara sederhana potensi split ticket voting dapat dijelaskan setidaknya melalui teori konflik harapan dan teori check and balance. 

Pasca Pilkada, ulasan seputar fenomena split ticket voting yang lebih jauh dengan menggunakan tool of analysis beberapa teori ini mungkin lebih tepat dilakukan dari sisi momentum. 

Soliditas Basis Massa Golkar-PDIP

Secara hipotetik fenomena split ticket voting ini potensial akan terjadi dalam Pilgub Banten 2024. Baik pada partai-partai pengusung Andra-Dimyati maupun pada partai-partai pengusung Airin-Ade Sumardi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline