Lebih dari 100 orang tokoh (dari berbagai bidang profesi) dipanggil Prabowo ke rumah pribadinya di Jalan Kertanegara Jakarta Selatan. Sebagian dari mereka adalah menteri-menteri yang masih aktif di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebagian lagi, dalam jumlah yang lebih besar nampaknya, adalah barisan pendukung dan relawan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Sebagian lagi kalangan professional (akademisi, pebisnis dan praktisi independen), tokoh Ormas, mantan pejabat, bahkan juga selebritas (artis, mubaligh) dan mantan atlit.
Dari berbagai sumber informasi yang dapat diakses, mereka semua diproyeksikan untuk membantu Presiden di Kementerian (bisa Menteri atau Wakil Menteri), Badan dan/atau institusi-institui setingkat Menteri di lingkaran istana.
Yang menarik hingga sesi terakhir pemanggilan tidak ada satupun kader Nasdem, PDIP dan PKS yang dipanggil. Kecuali Pramono Anung, namun berdasarkan beberapa sumber, dipanggil dalam konteks yang berbeda, bukan sebagai bakal calon Menteri.
Posisi Nasdem, PDIP dan PKS
Posisi sikap ketiga partai ini memang berbeda menjelang pengambilan sumpah/janji Prabowo sebagai Presiden. Nasdem, beberapa hari lalu sebelum Prabowo memanggil para kandidat Menteri/Wakil Menteri sudah menyatakan tidak akan bergabung dalam pemerintahan, kongkritnya tidak akan mengirimkan kadernya untuk posisi di Kabinet, meski tetap mendukung pemerintahan baru di bawah Prabowo.
Sementara itu PDIP kabarnya masih akan menunggu pertemuan Prabowo-Megawati. Suatu pertemuan yang pastinya akan membahas pilihan-pilihan sikap politik PDIP dalam relasi kekuasaan pemerintahan baru nanti. Peluang masuk atau di luar pemerintahan nampaknya masih fifty-fifty. Bisa di dalam dan menjadi bagian dari pemerintahan, bisa juga di luar dan menjadi oposisi di parlemen sebagaimana diharapkan sebagian publik.
Yang "agak laen" PKS. Dari partai yang nampaknya sudah kelelahan menjadi oposisi ini, yang sudah berulangkali menyatakan diri akan menjadi bagian dari pemerintahan Prabowo, terutama sejak meninggalkan Anies pada saat prakandidasi Pilgub Jakarta, tidak ada satupun kadernya yang turut dipanggil. Tetapi berdasarkan pernyataan Prabowo sendiri, PKS sebetulnya telah mengusulkan orang, bukan kader organik, tapi memiliki kedekatan dengan PKS. Dia seorang professional.
Di tengah persiapan Prabowo menyusun kabinet pemerintahannya yang menuai banyak kritik dan satire dari berbagai kalangan, menarik mencermati posisi ketiga partai tersebut di atas. Boleh jadi juga lebih berguna mendiskusikan posisi ketiga partai ini dalam koteks relasi kekuasaan mendatang ketimbang "mempersoalkan" pilihan-pilihan Prabowo, yang adalah merupakan hak prerogratifnya sebagai Presiden terpilih.
Sebagai Presiden terpilih, Prabowo memang memiliki hak ekslusif untuk menyusun kabinet pemerintahannya. Termasuk hak untuk menerima masukan dari siapapun. Bahwa kelak, dalam beberapa waktu kedepan setelah pemerintahan berjalan ada figur-figur yang tidak sesuai harapannya sebagai Presiden, tidak menunjukkan kinerja yang baik, atau ada figur toxic seperti pernah diingatkan Luhut Panjaitan bebebarapa bulan lalu, toh Prabowo bisa dengan mudah mereshufle dan menggantinya dengan sosok lain yang lebih kompeten, professional, berintegritas dan tentu saja dapat diandalkan.
Jadi, sekarang berikan kesempatan terlebih dahulu kepada Prabowo untuk memulai tugas konstitusionalnya sebagai pemegang mandat rakyat secara leluasa. Namun tetap sambil dikawal dengan kritis bagaimana nanti perjalanan pemerintahannya pasca pelantikan mereka. Nah, dalam kerangka ini pula, mendiskusikan posisi Nasdem, PDIP dan PKS menjadi penting.
Oposisi yang Loyal
Di atas sudah disinggung bahwa Nasdem tidak mengirimkan kadernya untuk masuk kabinet, dan ini fix sudah setelah tidak ada satupun kader Surya Paloh ini dipanggil Prabowo. Namun sikap ini disertai dengan pernyataan bahwa Nasdem tetap akan mendukung pemerintahan Prabowo.