Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Ancaman Bahaya Jika DPR Memaksakan Pengesahan UU Pilkada

Diperbarui: 23 Agustus 2024   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024).KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

DPR akhirnya membatalkan pengesahan RUU menjadi UU Pilkada setelah aksi penolakan dari lintas elemen masyarakat meluas di berbagai daerah.

Namun demikian publik tetap perlu waspada. Karena pernyataan yang dikemukakan Sufmi Dasco ini sesungguhnya belumlah merupakan rilis resmi kelembagaan parlemen.

Kemungkinan DPR "bersiasat" masih bisa terjadi. Publik lengah, RUU itu bisa saja diam-diam disahkan.

Sambil terus mengawal dengan cermat dalam beberapa hari kedepan hingga pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah dibuka tanggal 27 Agustus 2024 mendatang, ada baiknya kita teropong potensi atau ancaman bahaya bernegara yang bisa terjadi jika DPR tetap memaksakan pengesahan UU Pilkada itu.

Aksi Masa yang Meluas

Ancaman pertama yang nampaknya tidak akan bisa dihindarkan adalah aksi-aksi massa yang akan terus terjadi bahkan mengalami eskalasi di berbagai daerah.

Penting bagi para anggota DPR untuk membaca dengan tajam dan memahami dengan bijak bahwa aksi penolakan terhadap rencana pengesahan UU Pilkada kemarin itu sesungguhnya merupakan ekspresi akumulasi dari rangkaian kekecewaan publik terhadap perilaku banal para elit politik yang sudah berlangsung cukup lama.

Publik melihat ada pergeseran orientasi politik yang sangat kentara di kalangan elit, baik di legislatif maupun di eksekutif yang mengarah pada pragmatisme berlebihan. Segala kebajikan (virtue) dan nilai-nilai luhur kepolitikan telah dikalahkan oleh syahwat kuasa dan ambisi melanggengkannya, serta penggunaan kekuasaan untuk semata-mata memuaskan naluri purbanya sebagai homo politics.

Lebih parah lagi, naluri kekuasaan dan ambisi pelanggengannya itu dilakukan dengan cara-cara yang cenderung Machiavellian, menghalalkan segala cara. 

Piranti hukum sebagai dasar pengaturan kehidupan politik dibaikan, atau disiasati demikian rupa demi memuluskan naluri dan ambisi politiknya itu. Autocratic legalism kian menggejala dalam tata kelola kekuasaan dan kepemimpinan politik.

Akumulasi kekecewaan publik terhadap fenomena perilaku politik minus kebajikan dari para elit itu menemukan sumbu peledak atau momentumnya pada rencana pengesahan UU Pilkada kemarin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline