Kali ini saya ingin menulis tentang Kaesang. Ketua Umum PSI, putra bungsu Presiden Jokowi sekaligus adiknya Gibran Raka Buming, Wapres terpilih yang bakal dilantik 20 Oktober mendatang.
Pentingkah menulis tentang Kaesang? Dalam ensiklopedia kepenulisan saya penting setidaknya karena dua argumen berikut ini.
Pertama, Kaesang merupakan ketua sebuah partai politik, institusi yang memiliki hak konstitusional untuk menyiapkan dan mengajukan calon-calon pemimpin politik di berbagai tingkatan.
Kedua, Kaesang merupakan satu dari amat sangat sedikit anak muda yang memiliki peluang (dengan potensi durasi kesempatan yang relatif Panjang) untuk menjadi pemimpin masa depan di negeri ini.
Ketiga, setelah melompat dengan cara superkilat memimpin partai politik, natur homo politics Kaesang, hasratnya menjadi penguasa tumbuh pula dengan cepat. Kini ia sedang membidik posisi politik penting di sebuah provinsi besar di pulau Jawa. Kaesang bersiap menjadi Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah.
Dengan dukungan kekuatan penuh dari kubu KIM Plus, Kaesang yang kabarnya bakal dipasangkan dengan Ahmad Luthfi sebagai bakal Cagubnya, mungkin tidak akan terlalu sulit untuk memenangi kontestasi.
Terganjal Putusan MK
Tetapi hasrat dan langkah awal Kaesang rupanya tidak mudah, bahkan sangat mungkin terganjal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review yang diajukan oleh Anthony Lee dan Fahrur Rozi tentang syarat minimal batas busia Cagub dan Cawagub.
Dalam gugatannya Lee dan Rozi memohon agar MK menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon."
Norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 yang dimaksud itu menyatakan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota antara lain harus memenuhi persyaratan : "berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota."
Dalam pertimbangan hukum (Angka 3.17) yang mendasari penolakannya sebagaimana dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, MK berpandangan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cetho welo-welo, sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon.