Hasyim Asy'ari akhirnya diberhentikan dari jabatannya selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI. Pemberhentian ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang putusannya dibacakan pada sidang etik DKPP hari ini, Rabu 3 Juli 2024 di Jakarta.
Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua DKPP, Heddy Lugito, Hasyim dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara dugaan tindak pidana asusila terhadap seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag Belanda.
"Memutuskan, mengabulkan pengaduan pengadu untuk seluruhnya. Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku Ketua merangkap Anggota KPU terhitung sejak putusan dibacakan," ucap Heddy Lugito membacakan putusan DKPP untuk perkara Nomor 90/PKE-DKPP/V/2024 terkait dugaan asusila Hasyim Asy'ari.
Dengan putusan tersebut, karir Hasyim sebagai penyelenggaran Pemilu berakhir buruk, su'ul khotimah. Putusan ini sendiri merupakan kali yang ketujuh yang diterima oleh Hasyim Asy'ari selaku Ketua dan Anggota KPU RI.
Deretan Pelanggaran
Sebagaimana dapat dilacak jejak historisnya, sebelumnya Hasyim Asy'ari telah disanksi sebanyak enam kali oleh DKPP. Pertama berupa peringatan keras terakhir saat terbukti melanggar etik karena melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta ke Yogyakarta bersama Hasnaeni atau dikenal sebagai wanita emas, Ketua Umum Partai Republik Satu.
Kedua, peringatan keras kembali dijatuhkan DKPP karena salah hitung kuota minimal 30 persen perempuan calon anggota DPR dan DPRD. Ketiga, peringatan keras terakhir karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka tanpa mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19/2023, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 yang kontroversial hingga saat ini.
Keempat, sanksi peringatan karena mencoret calon anggota KPU Kabupaten Nias Utara periode 2023-2028 atas nama Linda Hepy Kharisda Gea. Kelima berupa peringatan keras kembali karena kasus pencoretan nama Irman Gusman, Calon Anggota DPD Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat yang diputuskan 20 Maret 2024 silam. Keenam sanksi peringatan terkait kebocoran Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang putusannya dibacakan DKPP pertengahan Mei 2024 lalu.
Sejak peringatan keras terakhir yang ketiga karena kasus pendaftaran Gibran sebagai Cawapres dijatuhkan DKPP, deretan kasus pelanggaran kode etik ini sebetulnya telah lama menimbulkan pertanyaan di berbagai kalangan masyarakat khususnya pegiat dan pemerhati Pemilu serta masyarakat sipil pada umumnya.
Mengapa hanya peringatan dan terus saja hanya peringatan, padahal diantara sanksi untuk Hasyim itu ada yang dengan eksplisit berbunyi "peringatan keras terakhir". Publik lalu bertanya, "terakhirnya" itu kapan? Apakah DKPP memiliki aturan legal sendiri tentang diksi "peringatan keras terakhir" itu?