PKS akhirnya mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal calon Gubernur DKI dan akan didampingi oleh salah satu kader terbaiknya, Sohibul Iman sebagai bakal calon Wakil Gubernur. Ini tentu pilihan rasional, wajar, dan boleh jadi juga visioner dalam kerangka perhelatan elektoral nasional.
Dasar Pertimbangan
Rasional karena kabarnya hingga saat ini elektabilitas Anies masih yang tertinggi untuk Pilkada DKI 2024. Seperti diakui Surya Paloh, "orang capek hadapi Anies Baswedan di Pilkada Jakarta," (Kompas.com, 25 Juni 2024). Karena dari berbagai survei Anies selalu di ranking satu. PKS menangkap fenomena ini sebagai peluang elektoral yang baik untuk dimanfaatkan.
Wajar karena PKS merupakan partai politik pemenang Pemilu 2024 di Jakarta dengan raihan suara 1.012.028. Suara ini melampaui bahkan PDIP (850.174) sebagai pemenang Pemilu di tingkat nasional dan Gerindra (728.297) sebagai leader Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang telah mengantarkan Prabowo-Gibran memenangi Pilpres.
Dan visioner jika dikaitkan dengen politik elektoral nasional lima tahun kedepan. Potensi besar kemenangan Anies (dengan siapapun akhirnya nanti disandingkan) dalam Pilkada DKI tentu akan memiliki dampak keberlanjutan yang signifikan untuk kepentingan Pilpres 2029 mendatang.
Popularitas Anies bakal terjaga, ikon perubahan yang tersemat pada dirinya juga akan terpelihara. Dengan demikian Anies bakal kembali tampil sebagai challanger yang berkelas pada Pilpres 2029.
Jadi, dengan mengusung Anies di Pilkada DKI, PKS sedang membuka lahan investasi politik dan pastinya berharap bakal meraih dua implikasi sekaligus. Pertama efek ekor jas (coat-tail effect) dari sosok Anies sebagai Capres 2029, dan kedua dengan sendirinya PKS "memiliki" (potensi calon) kader sebagai Presiden RI.
Sohibul Iman "The Trigger"
Tetapi publik tahu, meski menjadi pemenang Pemilu di DKI Jakarta, PKS tidak otomatis dapat mengusung sendiri paslon Gubernur-Wakil Gubernur karena perolehan kursinya di DPRD DKI belum cukup.
PKS masih membutuhkan 4 kursi lagi untuk bisa mengusung Anies-Iman. Dengan demikian proses prakandidasi dalam beberapa pekan ke depan akan sangat dinamis sebagaimana juga terjadi pada proses prakandidasi Pilpres dulu.
Dalam kerangka proses prakandidasi itulah saya membaca posisi Sohibul Iman sebagai bakal Cagub belum bisa dibilang aman. Atau, boleh jadi Iman sesungguhnya dipasang sebagai "trigger" (pemicu) proses kandidasi untuk keperluan test the water sikap partai-partai politik yang masih serba abu-abu sekaligus respon warga Jakarta. Ada beberapa argumen dibalik bacaan analisis ini.
Pertama, sekali lagi PKS masih membutuhkan tambahan 4 kursi untuk bisa mengusung bakal paslon Gubernur-Wakil Gubernur. Ini artinya PKS membutuhkan partai lain untuk diajak kerjasama dan berkoalisi mengusung pasangan calon di Pilkada DKI.