Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Sarasehan Bersama Bakal Calon Bupati: Tantang Gagasannya, Bukan Minta Bingkisannya

Diperbarui: 3 Juni 2024   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A via BBC Indonesia)

Di musim Pilkada biasanya pesantren-pesantren (apalagi jika pengasuh atau mudir ma'hadnya adalah Kyai sepuh, karismatik dan memiliki pengaruh kuat di daerahnya) banyak dikunjungi para bakal calon kepada daerah. Mereka datang untuk silaturahmi, memperkenalkan diri jika belum kenal, dan ujungnya tentu saja meminta dukungan untuk pencalonannya.

Oleh karena itu tentu saja sang bakal calon tidak datang dengan tangan kosong. Setidaknya sekadar bingkisan ringan pastilah dibawa serta untuk sang Kyai. Tanpa harus membaca literatur politik dan buku-buku kepemiluan, kedua belah pihak sudah menyadari, bahwa dalam politik no free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Maka kecil-kecilan praktik transaksi elektoral pun dimulai.

Oh iya, biar utuh dan berimbang penting segera dikemukakan, bahwa praktik yang demikian itu bukan khas Pilkada saja, melainkan juga biasa terjadi di semua jenis pemilihan. Mulai dari Pilpres, Pileg, bahkan juga Pilkades.

Poin penting dari fenomena politik ini adalah, bahwa pesantren, nyaris di sepanjang sejarah elektoral Indonesia, praktis hanya menjadi objek sekaligus target perburuan suara dari orang-orang yang sedang berhajat menjadi pemimpin. Lantas idealnya bagaimana?

Sebagai bagian dari entitas pemilih terdidik dalam politik elektoral, pesantren mestinya diperlakukan atau memperlakukan diri dengan cara yang lebih pantas dan terhormat secara politik. Mereka harus hadir sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil yang berkontribusi lebih substantif terhadap penyelenggaraan Pilkada sebagai cara untuk memilih pemimpin daerahnya ketimbang sekadar menjadi "lumbung suara."

Cara yang lebih substantif itu misalnya dengan mengundang semua bakal calon untuk memaparkan ide-ide visionernya, gagasan-gagasan programatik dan solutifnya serta komitmen seriusnya untuk daerah yang bakal dipimpinnya. Kemudian dibedah secara kritis dan dalam suasana diskursif dengan civitas akademika pesantren serta para peserta yang hadir. Jadi, tantang gagasannya, jangan minta uang atau bingkisannya!

Dengan cara demikian, mereka akan memperoleh banyak informasi berharga, peta problematika kedaerahan, sekaligus menyerap aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang ril, otentik dan mendesak. Kira-kira mirip acara "Desak Anies" atau "Tabrak Prof" pada masa kampanye Pilpres 2024 kemarin.

Sarasehan Bersama Bacalon Bupati 

Nah, berangkat dari latar belakang pemikiran itulah, Pesantren Nurul Madany berencana menggelar acara Sarasehan dengan mengundang semua bakal calon Bupati/Wakil Bupati Lebak yang berencana maju dalam kontestasi Pilkada nanti. Pesantren ini berlokasi di Desa Sipayung Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak, Banten.

Acara Sarasehan dimaksud diselenggarakan bersama oleh Manajemen Pesantren dengan para alumninya yang tersebar di berbagai kota dan berkiprah di berbagai profesi dan aktivitas dengan mengambil momentum peringatan 25 Tahun pesantren, Minggu 2 Juni 2024.

Sarasehan dengan tema besar "Lebak 2024-2029: Membangun Bersama, Sejahtera Bersama" ini mengundang sebanyak 11 orang bakal calon Bupati/Wakil Bupati Lebak (masih mungkin bertambah jumlahnya) untuk mempresentasikan ide-ide visioner dan gagasan-gagasan programatiknya sebagai bakal calon pemimpin daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline