Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Posisi Anies-Ganjar Pasca Pilpres dan Godaan Pilkada

Diperbarui: 21 Mei 2024   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca posisi politik Anies dan Ganjar setelah perhelatan Pilpres selesai (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra via KOMPAS.com)

Tahapan Pemilu, khususnya Pilpres tinggal menyisakan satu kegiatan yakni pelantikan/pengambilan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang sudah diagendakan tanggal 20 Oktober mendatang.

Suhu politik juga terasa semakin melandai. Terutama di kalangan elit parpol yang pada saat kontestasi Pilpres berlangsung tampil nyinyir saling menyindir bahkan terkadang garang saling menyerang. Dan entah disadari atau tidak, perilaku mereka telah "memprovokasi" publik untuk saling bertengkar di berbagai medan tempur elektoral.

Patutkah disesali? Tentu saja tidak. Sepanjang sindir menyindir dan serang menyerang itu berlangsung dalam koridor demokrasi elektoral dan dalam bingkai politik kebangsaan.

Dan pada sisi ini, terlepas dari "insiden-insiden kecil" yang sempat muncul, hemat saya kampanye khususnya forum debat Pilpres 2024 beberapa waktu lalu telah berhasil menyuguhkan hakikat kontestasi yang sesungguhnya. Yakni adu gagasan dalam suasana diskursif dan dialektik.

Tawaran ide-ide otentik, gagasan-gagasan visioner, dan misi-misi programatik terutama dari Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, yang nyata-nyata merupakan anti-tesis dari visi dan misi keberlanjutan Prabowo-Gibran sangat menarik dan karenanya layak dirawat serta (tetap) diperjuangkan.

Lantas siapa yang memperjuangkan? Bukankah didalam tradisi demokrasi berlaku "hukum besi" kepolitikan elektoral, bahwa pemenang kontestasi yang berhak menjalankan dan mewujudkan visi misi dan program-programnya? Bukan kubu-kubu yang kalah.

Demikian memang rule of game yang berlaku dan disepakati. Tetapi demokrasi, sejak awal kehadirannya dalam peradaban pemikiran politik telah mengusung suatu prinsip dasar yang juga disepakati secara universal. Bahwa semua elemen warga negara, individu maupun kolektif, tidak peduli berada di kubu pemenang atau pecundang, semuanya tetap berhak diberi ruang untuk menyuarakan pikiran, pandangan dan kepentingannya.

Diatas prinsip dasar itulah kemudian keberadaan kelompok-kelompok oposan dan anti-tesis kekuasaan diakui dan diberikan ruang untuk berkiprah. Fungsi dan peran oposisional ini sah dalam tradisi demokrasi dan dijamin oleh konstitusi sepanjang kehadiran dan perilakunya berada dalam koridor ketatanegaraan dan hukum yang telah menjadi konsensus bersama.

Hemat saya, Anies dan Ganjar bisa mengisi ruang yang disediakan demokrasi serta memainkan fungsi dan peran-peran oposisional terhadap kekuasaan dalam kerangka diskursus politik kebijakan untuk kepentingan negara bangsa.

Melalui jalan ini pula, keduanya (bisa sinergi, bisa juga mandiri) terus memperjuangkan gagasan-gagasan visioner yang diyakininya sebagaimana mereka tawarkan kepada rakyat melalui panggung debat dan kampanye ketika kontestasi Pilpres berlangsung.

Mengapa Harus Oposisi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline