Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Menelisik Ulang Pilkada Langsung (2): Menolak Lupa Sisi Gelapnya

Diperbarui: 8 Mei 2024   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.rri.co.id

Pada bagian pertama artikel ini telah disinggung, bahwa secara teoritik penyelenggaraan Pilkada Langsung dapat mengonsolidasikan demokrasi substantif di aras lokal sekaligus menghadirkan implikasi-implikasi positif dan konstruktifnya dalam kehidupan politik di daerah. Demokrasi lokal yang terkonsolidasi baik juga akan berdampak positif terhadap bangunan demokrasi di tingkat nasional.

Akan tetapi dalam praktiknya kemudian terbukti bukanlah perkara yang mudah. Tanpa bermaksud menegasikan sisi capaian-capaian prestatifnya, alih-alih berhasil mengonsolidasikan demokrasi lokal, meningkatkan kualitas partisipasi sebagai isyarat semakin kokohnya hakikat kedaulatan rakyat, serta melahirkan kepemimpinan daerah yang kompeten dan berintegritas sebagai prasyarat bagi terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). 

Pilkada langsung juga telah melahirkan berbagai problematika baru. Sisi gelap (the dark side) yang tidak mudah diurai secara terang benderang dan dicarikan jalan pasti keluarnya.

Berikut adalah dua diantara deretan fenomena yang menjadi sisi gelap dari perhelatan Pilkada Langsung yang menggejala setiap kali menjelang dan saat pelaksanaan Pilkadanya. Yakni Mahar Politik dan Politik Uang. 

Selain kedua fenomena ini masih terdapat sedikitnya 3 fenomena kepolitikan lokal lain yang biasanya muncul sebagai implikasi dari perhelatan Pilkada Langsung yang tidak berintegritas, yang akan dibahas pada bagian ketiga (terakhir) dari artikel ini : "Menelisik Ulang Pilkada Langsung (3): Revivalisme Politik Dinasti, Roving Bandits, dan Shadow State"

Mahar Politik

Sisi gelap pertama adalah praktik Mahar Politik (Political Dowry). Dalam percaturan politik Indonesia mutakhir istilah mahar (Dowry) ini digunakan untuk menggambarkan fenomena transaksional antara kandidat-kandidat pemimpin politik dengan partai politik untuk memperebutkan jabatan yang dipilih (elected office). Bentuk mahar dalam konteks perpolitikan ini adalah berupa pemberian/setoran dana dalam jumlah tertentu dari para kandidat kepada partai politik dengan maksud agar partai yang bersangkutan bersedia mencalonkan dirinya dalam kontestasi Pilkada.

Selain untuk kepentingan "membeli perahu" (partai bakal pengusung kandidasi), mahar politik juga lazim disepakati antara kandidat dengan partai-partai pengusung kandidasi untuk kebutuhan ongkos politik (political cost) proses kampanye dan pemenangan. Mulai dari kegiatan survei, pengadaan alat sosialisasi dan peraga kampanye, operasional mesin birokrasi partai, hingga ke anggaran transportasi dan akomodasi para relawan.

Besaran nominal mahar politik ini beragam, tergantung sejumlah variabel. Misalnya kondisi daerah (pilkada), peta persaingan (semakin ketat dan kompetitif persaingan akan semakin mahal biaya mahar), popularitas kandidat, dan tentu saja posisi yang dibidik: Kepala Daerah atau Wakilnya, dll.

Dalam sejarah perhelatan Pilkada di tanah air, mahar politik ini mulai marak sejak era reformasi dimana proses pilkada (baik ketika masih dilakukan oleh DPRD maupun dan, terlebih lagi setelah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat) tidak lagi bergantung pada kehendak pemerintah pusat.

Hanya saja, karena praktik mahar politik ini dilakukan di bawah tangan (illicit deal), maka modus operandi dan bukti-bukti otentiknya bahwa praktik-praktik tak sehat ini berlangsung masif memang sukar didapat. Sebagai bagian dari bentuk money politics (jika mengacu pada perundang-undangan Pilkada), mahar politik ini seperti sering dianalogikan oleh publik dengan (mohon maaf) "gas" yang keluar dari perut tak sehat: tidak tampak tapi bau busuknya menyengat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline