Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Konstelasi Politik Pasca-Pilpres (1): Pragmatisme Elit dan Keseimbangan Politik

Diperbarui: 29 April 2024   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan PHPU Pilpres 2024 konstelasi politik nasional berubah lumayan cepat. Diawali dengan penerimaan dan sikap hormat atas putusan MK oleh dua kubu Paslon penggugat yang disertai ucapan selamat. 

Bahkan sampai pada pernyataan kesiapan dan bakal bergabungnya Nasdem dan PKB, dua parpol pengusung Anies-Muhaimin, ke kubu pemerintahan yang kelak bakal dipimpin Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Sikap menerima dan menghormati putusan MK dari Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tentu patut diapresiasi. Ini menunjukan sportifitas politik dan barangkali juga sikap kenegarawanan mereka. 

Meski dalam narasi penerimaan dan penghormatan itu tetap saja tersurat dengan jelas kekecewaan atas proses demokrasi elektoral yang didahului dengan pelanggaran etik serta diwarnai oleh berbagai indikasi kecurangan, yang oleh MK kemudian justru dinilai tidak beralasan menurut hukum dan/atau tidak terbukti secara hukum.

Tetapi berbeda dengan sikap kedua Paslon Capres-Cawapresnya, didalam perubahan sikap politik Nasdem dan PKB (mungkin juga segera menyusul PPP, dan PKS?) hemat saya ada motif sekaligus faktor khas kepolitikan selain (mungkin juga) upaya untuk menunjukan kebesaran jiwa dalam kerangka kontestasi politik dan sikap kenegarawanan dalam konteks politik kebangsaan.

Kedua hal itu, motif dan faktor kepolitikan menjadi jembatan penghubung bertemunya kepentingan masing-masing pihak. Yakni pihak Prabowo Subianto sebagai Capres terpilih di satu sisi dengan pihak Nasdem-Paloh dan PKB-Muhaimin. Berikut analisisnya.    

Pragmatisme Elit 

Motif sekaligus faktor pertama dari perubahan cepat sikap politik Nasdem-Paloh dan PKB-Muhaimin adalah menyangkut soal watak pada umumnya para politisi kita yang pragmatis. 

Jika politik dan dalam berpolitik dipercaya memiliki nilai yang harus diperjuangkan, maka pragmatisme inilah nilai tertinggi yang memahkotai perjuangan itu.

Pragmatisme politik atau politik pragmatis dalam konteks diskusi ini secara sederhana dapat dimaknai sebagai sikap dan cara berpolitik yang lebih mengedepankan pertimbangan-pertimbangan "kemanfaatan, kegunaan, atau keuntungan" yang bersifat personal atau kelompok dari suatu pilihan sikap dan tindakan politik.

Pragmatisme politik adalah lawan dari idealisme politik. Para elit yang berwatak pragmatis menjadikan politik sebagai sarana untuk semata-mata menarget dan mencapai tujuan-tujuan pribadi atau kelompok. Bisa kekuasaan, jabatan, kedudukan, kekayaan, popularitas dan aspek-aspek lain yang setara dengan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline