Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dinasti Politik, Belajar Saja pada Kasus Lokal

Diperbarui: 6 November 2023   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.mediaindonesia.com

Lompatan besar Gibran dari posisi Walikota yang baru akan separuh jalan ke posisi bakal Cawapres Pemilu 2024 telah memantik isu panas politik dinasti. Isu ini tentu saja disematkan pada Jokowi. Di penghujung  tahun pemerintahannya Jokowi dinilai menyiapkan bangunan dinasti politik yang dalam pandangan para ahli dan pegiat pro demokrasi merupakan sebuah cacat politik.   

Isu dinasti politik sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Isu ini sudah muncul di aras lokal pasca berakhirnya rezim orde baru dan Indonesia memasuki era demokratisasi yang dibarengi dengan implementasi otonomi daerah sejak tahun 2001. Gejalanya kemudian menguat di sejumlah daerah dalam dua dekade terakhir terutama sejak penyelenggaraan Pilkada dilaksanakan secara langsung mulai tahun 2005.

Perspektif akademik

Sebagai sebuah obyek studi, kajian mengenai dinasti politik telah banyak dilakukan para ilmuwan politik di berbagai negara. Beberapa peneliti yang tulisannya banyak dirujuk antara lain Pablo Querubin, Mark R. Thompson, Ernesto Dal Bo, Jason Snyder, Alfred W. McCoy, Donn M. Kurtz, Yasushi Asako, dan Stephen Hess.

Pada umumnya posisi kajian mengenai isu dinasti politik ini berada dalam konteks perbincangan mengenai politik kekerabatan (keluarga) sebagaimana dapat dibaca dalam cara bagaimana para ahli itu mendefinisikan dinasti politik.

Querubin (2010) misalnya mendefinisikan dinasti politik sebagai sejumlah kecil keluarga yang mendominasi distribusi kekuasaan dalam area geografis tertentu. Kemjudian Mark Thompson (2012) menjelaskan dinasti politik hanya sebagai jenis lain dari transisi (peralihan) kekuasaan politik, langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan anggota keluarga.

Kedua definisi ini tidak jauh berbeda dengan yang dirumuskan Yasushi Asako dkk (2012) yang mendefinisikan dinasti politik secara sederhana sebagai sekelompok politisi yang mewarisi jabatan publik dari salah satu anggota keluarga mereka.

Kebangkitan dinasti politik, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak hasil studi yang dilakukan para ahli di berbagai negara memang memiliki hubungan sangat erat dengan kepentingan keluarga atau politik kekerabatan. Kepentingan keluarga menjadi basis muasal pertumbuhan, perkembangan dan perluasan dinasti politik dalam suatu sistim politik demokrasi.

Dalam tradisi politik kekerabatan, anggota keluarga yang sudah menjadi penguasa atau menduduki jabatan publik pada umumnya akan melakukan praktik nepotisme dengan memberikan berbagai perlakuan istimewa kepada anggota keluarga atau kerabatnya. Bukan untuk menyejahterakan rakyat, melainkan dalam rangka membangun dan memperkuat jejaring kekuasannya.

 Dinasti Politik di aras lokal

Salah satu daerah dimana saya pernah melakukan penelitian langsung mengenai isu dinasti politik ini yang cukup menonjol misalnya adalah Banten.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline