Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Problematika Mutakhir Demokrasi Indonesia

Diperbarui: 7 Desember 2022   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memasuki era ledakan demokratisasi yang belum pernah dialami sebelumnya (Pixabay)

Pasca jatuhnya rezim otoritarian orde baru, Indonesia memasuki era ledakan demokratisasi yang belum pernah dialami sebelumnya. Progresnya per saat ini, di sejumlah sisi cukup membanggakan, namun di beberapa sisi yang lain kerap memicu kekhawatiran.

Diskursus soal demokrasi sendiri baik sebagai sistem politik dan pemerintahan maupun sebagai “cara hidup” bermasyarakat dan berbangsa di tengah publik sudah selesai.

Seperti ditunjukkan oleh beberapa hasil survei, hingga saat ini demokrasi masih diterima sebagai sistem pemerintahan yang paling baik oleh masyarakat, meski di beberapa segmen masyarakat ada potensi penurunan dukungan dan kepercayaan terhadap demokrasi.

Progres demokratisasi yang membanggakan misalnya bangsa ini telah berhasil menyelenggarakan pemilu dan pemilihan secara berkala, tertib dan diakui dunia sebagai pemilu yang demokratis; bahkan para pemimpin eksekutif dipilih secara langsung oleh rakyat. Institusi militer yang di era orde baru cukup hegemonik di panggung kepolitikan nasional berhasil dikembalikan ke barak tanpa gejolak. 

Proses desentraliasi kewenangan ke daerah sekaligus penerapan kebijakan otonomi yang luas juga relatif berjalan baik. Dan yang tidak kalah penting adalah partisipasi warga dalam kehidupan politik kebangsaan dan kenegaraan yang terus mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitas.

Namun demikian di sisi capaian-capaian prestatif itu, dalam beberapa tahun terakhir memang harus diakui bahwa proses demokratisasi di Indonesia tampaknya tengah mengarah pada sejumlah kecenderungan distorsif. Satu jenis kecenderungan yang lahir dari proses berdemokrasi itu sendiri. Lipson mengidentifikasi gejala ini sebagai sinyal kemunduran demokrasi.

Lebih dari setengah abad silam, Leslie Lipson pernah memberikan warning (The Democratic Civilization, 1964), bahwa di sisi capaian-capaian prestatifnya dalam mengatasi persoalan-persoalan tatakelola ekonomi; menghadirkan kesejahteraan; mengurangi bahkan menghilangkan diskriminasi berbasis rasial; menghilangkan sistem kelas, dll, demokrasi sesungguhnya tengah dihadapkan pada sedikitnya 4 (empat) potensi bahaya di masa depan.

Keempat potensi bahaya itu berkenaan dengan menguatnya fenomena berikut ini : Pertama, uniformitasi partai-partai politik dan penegasian konsep dan praktek oposisional dalam pemerintahan; Kedua, kecenderungan tiranik oleh mayoritas (tyranny of majority); Ketiga, sistem demokrasi cenderung menempatkan orang-orang bodoh kedalam tampuk kekuasaan (the leadership of ignorant); Keempat, kecenderungan bahwa yang berkuasa sesungguhnya hanyalah sekelompok kecil oligarkis (a small group actually rules). Hemat saya, hingga batas tertentu perkembangan demokrasi Indonesia mutakhir tampaknya sedang berada dalam situasi ini.

Meredupnya Kekuatan Oposisional

Dalam tradisi demokrasi, keberadaan oposisi adalah keniscayaan. Tidak ada demokrasi tanpa oposisi. Setidaknya ada dua asumsi yang melatarbelakangi mengapa keberadaan oposisi adalah sebuah keniscayaan dalam tradisi demokrasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline