Lihat ke Halaman Asli

Agus Sutisna

TERVERIFIKASI

Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Mengapa Pemilu Tidak Boleh Ditunda?

Diperbarui: 3 Maret 2022   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pemilu (KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD )

Tanggal 28 Februari (berdasarkan pantauan di media online), kecuali tiga Ketua Umum Partai Politik (PKB, Golkar dan PAN) dan Ketua PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, mendukung wacana penundaan Pemilu 2024.

Sebaliknya, sejak Cak Imin melempar wacana tersebut (23 Februari 2022) berbagai elemen masyarakat bereaksi negatif. Mulai dari pimpinan partai politik (PDIP, Nasdem, PKS, Demokrat dan beberapa partai baru), tokoh masyarakat antara lain KH. Abdul Mu’thi (Sekum PP Muhammadiyah), KH. Amirsyah Tambunan (Sekjen MUI), Hamdan Zoelva (Mantan Ketua MK), para pegiat pemilu, dan para akademisi di berbagai kampus. Semua sepakat: tolak penundaan Pemilu!

Lalu, mengapa Pemilu 2024 tidak boleh ditunda? 

Pertama, Pemilu merupakan amanat UUD 945. Ayat (1) Pasal 22E dengan jelas menyebutkan, bahwa Pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali. 

Di dalam ayat (2) dijelaskan, bahwa Pemilu dimaksud diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wapres, dan DPRD.

Berpijak pada norma tersebut, maka semua regulasi elektoral menyebut dengan lugas bahwa Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. 

Dengan demikian, menunda pelaksanaan Pemilu dari jadwal yang seharusnya sebagaimana diatur dalam konstitusi tanpa alas argumentasi yang kuat berbasis kepentingan negara bangsa, merupakan bentuk pengurangan sebagian hakekat kedaulatan rakyat.

Kedua, dalam tradisi demokrasi Pemilu merupakan keniscayaan yang di antara tujuannya adalah membatasi kekuasaan. 

Pembatasan kekuasaan ini dilakukan dengan cara penyelenggaraan pemilu secara berkala dan tertib, di samping juga melalui pembatasan maksimal masa jabatan (dalam hal ini adalah kekuasaan-kekuasaan eksekutif, presiden maupun kepala daerah).

Dengan begitu, menunda Pemilu merupakan contradictio in terminis dilihat dari prinsip dan semangat pembatasan kekuasaan dalam tradisi demokrasi. Karena menunda Pemilu berarti memberi kesempatan kepada para pejabat politik (eksekutif maupun legislatif; nasional maupun lokal) untuk menambah durasi kekuasaannya tanpa melalui proses elektorasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline